Page 117 - REMPAH, JALUR REMPAH, DAN DINAMIKA MASYARAKAT NUSANTARA
P. 117

REMPAH, JALUR REMPAH DAN DINAMIKA MASYARAKAT NUSANTARA  107



               ekspedisi ke Laut Merah, menemukan bahwa tidak satupun pemandu Portugis

               yang akrab dengan selat Bab el-Mandeb, atau memiliki peta tentang kawasan
               itu. Dia terpaksa bergantung pada para pemandu Arab, Gujarat dan Malabar
               dengan tipe dan jenis peta pelayarannya sendiri.

                   Produksi  rempah  di  Asia dan permintaan di  Eropa naik dua kali  lipat
               selama pertengahan kedua abad XVI. Kebutuhan akan rempah pun juga naik

               dua atau tiga kali  lipat.  Jumlah muatan  yang dibawa oleh  orang Portugis
               sekitar Tanjung Harapan telah ditafsirkan setiap tahun berjumlah antara 40
               dan 50 ribu kuintal pada sepertiga abad pertama dan antara 60 dan 70 ribu
               kuintal kemudian. Lada berkisar antara 10 dan 45 ribu kuintal, namun rata-
               rata 20-30 ribu kuintal (kuintal adalah ukuran bobot Portugis 130 pon, atau
               51,405 kg). Rempah lain, kayu manis, cengkeh, fuli, pala, jahe berkisar antara
               5 dan 10 ribu kuintal pada pengapalan tahunan. Menjelang akhir abad XVI

               andil Portugis dalam ekspor lada ke Eropa merosot sampai 10 ribu kuintal,
               dan sebagian  besar mencapai Eropa melalui jalur darat ke Levant. Dinyatakan
               pada  1585  oleh seorang pejabat  Portugis bahwa  orang Aceh mengekspor
               (kebanyakan dengan kapal-kapal Gujarat) sebanyak 40 atau 50 ribu kuintal
               rempah ke Jeddah setiap tahun. Sebagian besar muatan ini tentu saja terdiri
               atas lada, akan tetapi tidak diketahui berapa banyak yang dikirim ke pasar
               Eropa dan berapa banyak yang dikonsumsi di kesultanan Turki. Pada  awal
               abad XVII saat kedatangan orang Belanda dan Inggris di Timur, posisi Portugis
               terus-menerus merosot. Namun pada 1611 secara resmi dinyatakan di Lisabon

               bahwa lada masih menjadi komoditi utama perdagangan India Portugis, dan
               satu-satunya yang bisa memberikan keuntungan yang memuaskan raja.

                   Lada yang dimuat  di  kapal  India Portugis  berlayar pulang  terutama
               berasal dari Malabar, di mana agen-agen kerajaan harus membelinya di pasar
               terbuka di tempat seperti Cochin dan Cranganore dan harus bersaing dengan

               para pedagang India. Sejumlah besar lada juga dihasilkan di Sumatera dan
               Jawa Barat, akan tetapi banyak yang diserap oleh pasar Cina. Lada Indonesia
               ini lebih murah daripada jenis Malabar dan khususnya berkualitas baik. Oleh
               karena  persaingan antara  Aceh dan Cina, orang Portugis tidak pernah cukup
               mampu  untuk menekan  harga lada  di Malabar.  Selama  pertengahan  kedua
   112   113   114   115   116   117   118   119   120   121   122