Page 137 - REMPAH, JALUR REMPAH, DAN DINAMIKA MASYARAKAT NUSANTARA
P. 137
REMPAH, JALUR REMPAH DAN DINAMIKA MASYARAKAT NUSANTARA 127
dan lemparan batu, mereka yang terluka dan kecapaian ditinggalkan dan
dibunuh oleh musuh. Bersama d’Almeida di sini sebelas orang kapten dan
lima puluh orang serdadu yang kebanyakan terkenal karena pengalamannya
di India, terbunuh. Suatu akhir yang tragis bagi sosok yang selalu menganggap
peradaban Hindu dan Muzelman jauh di bawah dirinya dan selalu dihinanya,
jatuh di tangan orang-orang Hotentot yang masih telanjang.
C. PENAKLUKAN MALAKA
Telah dibahas sebelumnya bahwa Malaka pada abad XV merupakan salah
satu pusat perdagangan internasional di Timur. Di sini barang-barang dari
Timur: Cina, Jepang, Annam, Siam kepulauan Melayu, ditukar dengan barang-
barang dari Barat, India, Arab, dan terutama rempah-rempah yang diangkut
ke Malaka langsung dari daerah asalnya. Rempah-rempah menjadi komoditi
dagang penting. Perkembangan Malaka dimulai ketika raja-raja dari kerajaan
kecil ini masuk Islam dan hubungan langsung Tiongkok dengan Asia Barat
terhenti. Setelah kerajaan Siam ditaklukkan, Kesultanan Malaka menjadi kaya
sebagai akibat dari perdagangan, bahkan memiliki armada tempur. Kekuatan
raja-raja kecil itu tumbuh dan hanya tinggal mempertahankan hubungan
baik dengan bekas penakluknya lewat hadiah-hadiah yang diberikan kepada
kesultanan.
Sejak kedatangan orang Portugis di Timur, lalu-lintas perdagangan Malaka
berkurang karena para pedagang dari Persia, Gujarat dan Arab tidak berani
lagi berlayar jauh karena takut terhadap pelaut Portugis itu. Jumlah pedagang
dari pantai Koromandel yang tinggal di Malaka sangat banyak yang biasa
134
disebut sebagai orang Keling menurut tempat asal mereka di Kalinga. Juga
orang Jawa atau setidaknya pedagang dari Jawa yang sebagian adalah orang
Melayu, ditemukan di sini dalam jumlah besar. Mereka semua beragama
Islam, sehingga mempunyai pengaruh lebih besar kepada Sultan daripada
pengaruh orang Hindu dari Kalinga. Sultan yang berkuasa di Malaka saat itu
134 Di antara para penulis mereka menyebutnya Quelin atau Qathin atau Chetin. Kadang-kadang orang
menggunakan kedua sebutan itu. Komunitas Hindu terpenting di Malaka itu dalam tulisan sering disebut
Nina Chetu atau Chatu. Lihat PA. Tiele. “De Europeers in den Maleischen Archipel. Eerste Deel. 1509-1529,
dalam BKI, tahun 1876, vol. XXIV, hlm. 331-333.