Page 98 - REMPAH, JALUR REMPAH, DAN DINAMIKA MASYARAKAT NUSANTARA
P. 98
88 REMPAH, JALUR REMPAH DAN DINAMIKA MASYARAKAT NUSANTARA
telah dilakukan oleh orang Portugis. Mereka menerima sebidang tanah untuk
itu dan berjanji bahwa mereka tidak perlu membayar pajak atau upeti. Akan
tetapi di sisi lain mereka wajib untuk tidak melakukan tindak permusuhan
terhadap orang Portugis.
Pertumbuhan kota-kota pantai Jawa Timur mempunyai dampak destruktif.
Para bupati pantai, yang terutama memiliki kebebasan besar di bawah
kekuasaan raja Jawa, menjadi semakin terjamin kekuasaannya di bawah
pengaruh arti penting ekonomi wilayahnya yang tumbuh; mereka menjadi
raja-raja pantai otonom yang semakin bebas dari para pemangku kekuasaan
kerajaan yang semakin lemah. Perjuangan kota-kota pantai melawan
penduduk pedalaman agraris demi memperoleh hegemoni dimulai.
D. PERDAGANGAN PALA DAN CENGKEH
Kompeni Belanda juga ingin memperoleh monopoli atas rempah Maluku.
Hal ini akan sangat mengganggu bila pesaing mereka mampu menemukan
pangkalan untuk mengapalkan “barang selundupan” menurut istilah
Kompeni di Makassar. Pada 1625 mereka berpaling pada penguasa Makassar
(pada akhir abad XVI wilayah itu masih disebut Batara Goa, namun pada
tahun 1603 telah diislamkan) dengan tuntutan agar para penguasa melarang
warganya berdagang di kepulauan rempah. Namun raja menjawab bahwa
sejauh menyangkut keluhan itu raja menjawab bahwa orang Makassar telah
membawa pergi cengkeh dari raja mereka, merupakan hal yang tidak benar.
Menurut raja, orang Makassar hanya sibuk dengan perdagangan darat. Ia
menduga hampir pasti hal itu terjadi bersama dengan orang Melayu, yang
dikatakannya tidak bisa dilarang, karena orang Melayu pandai melaut,
sehingga mereka bisa berlayar ke manapun pergi.
Raja sebenarnya benar, karena pada 1623 telah diketahui bahwa orang
Makassar adalah orang-orang yang telah mengunjungi daerah Ambon dan
orang asing yang pergi ke sana kebanyakan adalah orang Minangkabau,
dari Negeri Sembilan di semenanjung Malaya, Johor, Patani dan orang Jawa