Page 78 - PROSIDING KONFERENSI NASIONAL SEJARAH X Budaya Bahari Dan Dinamika Kehidupan Bangsa Dalam Persepektif Sejarah Jakarta, 7 – 10 November 2016 Jilid VII
P. 78

4







                           sejarah dan peminat sejarah. Untuk itu, porsi sejarah maritime dalam historiografi
                           Indonesia  perlu  diberi  tempat  secara  khusus,  mengingat  serangkaian  peristiwa
                           besar manusia tidak dapat dilepaskan dari peran laut sebagai media enkulturasi.

                                  Selain  itu  melihat  beberapa  peninggalan  sejarah,  terutama  monument,
                           maka  ditemukan  banyak  symbol  karya  sejarah  masa  lalu  yang  mengabadikan

                           kehidupan  maritime.  Hal  ini  dapat  disaksikan  pada  monument  raksasa  Candi
                           Borobudur, ditemukan replika perahu yang sedang mengarungi samudera. Begitu

                           juga  proses  kedatangan  bangsa  Austronesia  dari  Yunan  China  Selatan  ke
                           Nusantara yang kemudian diidentifikasi sebagai nenek moyang bangsa Indonesia.

                           Perjalanan  yang  dengan  menggunakan  perahu  bercadik,  merupakan  kegiatan
                           pelayaran  maritime.  Persebaran  etnis  di  Nusantara,  juga  melalui  lalu  lintas
                           pelayaran  laut.  Demikian  juga  aktivitas  perdagangan  antar  pulau  yang  ditandai

                           berkembangnya kota-kota pelabuhan di sepanjang pantai Nusantara. Oleh karena
                           itu,  aktivitas  dunia  maritime  sesungguhnya  adalah  sebuah  komunikasi  lintas

                           budaya  dengan  menjadikan  laut  sebagai  mekanisme  pemersatu dalam  mencapai
                           integrasi  bangsa.  Pentingnya  lintas  budaya  sebagai  bagian  media  enkulturasi
                           bangsa,  pernah  dikemukakan  oleh  Fernand  Braudel,  sejarawan  berrmazhab

                           Annales  Perancis,  bahwa  “The  sea…provides  unity,  transport,  the  menas  of
                           change and intercourse…but it has also been the geat devider, the obstacle that

                           had be overcome (laut…memungkinkan adanya persatuan, pengangkutan, sarana
                           pertukaran dan perhubungan…Namun demikian, laut juga telah menjadi pemisah
                                                                     2
                           yang hebat, suatu halangan yang harus diatasi.
                                  Melalui  hubungan  laut,  secara  langsung    akan  menjebol  sekat  pemisah

                           antar pulau di seluruh Nusantara. Hal ini dapat kita lihat ketika jaringan pelayaran
                           dan perdagangan terbentuk sebagai pola sebelum dan sesudah datangnya bangsa
                           Barat ke Nusantara dalam tiga jalur, yakni: Pertama, jalur yang menghubungkan

                           antara  Maluku  dengan  perairan  Kepulauan  Natuna,  laut  Sulawesi,  pesisir  Utara



                           2
                             Lihat, Fernand Braudel, The Mediterranian and Mediterranian World in the Age of Philip II (terj.
                           S. Reynold) Vol. 1 (New York: Haper Colophon Book, 1976); Lihat juga, Ahmading, Pelautkah
                           Orang Selayar: Tanah Doang Dalam Catatan Sejarah Maritim (Yogyakarta: Ombak, 2006); A.B.
                           Lapian dalam J.C. van Leur dan F.R.J. Verhoeven, “Teori Mahan dan Sejarah Kepulauan
                           Indonesia (Jakarta: Bhatara, 1974).
   73   74   75   76   77   78   79   80   81   82   83