Page 80 - PROSIDING KONFERENSI NASIONAL SEJARAH X Budaya Bahari Dan Dinamika Kehidupan Bangsa Dalam Persepektif Sejarah Jakarta, 7 – 10 November 2016 Jilid VII
P. 80
6
masa dinasti Han 2000 tahun yang lalu, demikian juga ke Roma Italia pada tahun
4
70 Masehi, dan Mesopotamia pada tahun 1700 SM.
Selain itu, ketika masa pra colonial, rakyat Nusantara memanfaatkan laut
sebagai alat pemersatu dan menjadi medium pergaulan antar etnis di Nusantara.
Dari factor ekonomi, pelabuhan di suatu pulau ke pulau lainnya digunakan
sebagai transit bagi pelayaran niaga. Misalnya untuk mengirim barang dagangan
ke Maluku, maka pedagang dari Aceh akan transit terlebih dahulu di pelabuhan
Jepara. Setelah itu dari Jepara barang dagangan akan dikirimkan ke Maluku, dan
sebaliknya. Demikian juga dengan Makassar yang pada abad ke 16 masehi,
menjalin hubungan dagang dengan pusat-pusat niaga di daerah penghasil
komoditas, seperti Banten, Surabaya, Sumbawa, Bima, Alor, Maluku, dan
Banjarmasin. Pulau-pulau di Nusantara menjadi hidup dan amat ramai akibat
5
kegiatan perdagangan.
Dari catatan sejarah, kejayaan bahari bangsa Indonesia sudah lahir dan
terbentuk sebelum kemerdekaan. Hal ini dapat dibuktikan dengan ditemukannya
berbagai situs pra sejarah di gua Pulau Muna (Sulawesi Tenggara), Seram
(Maluku), Goa Maros (Sulawesi Selatan), Relief di Candi Borobudur yang penuh
lukisan perahu layar, telah membuktikan fakta sejarah yang tidak terbantahkan,
bahwa memang nenek moyang bangsa kita adalah pelaut ulung. Bukan hanya itu,
ditemukan juga persamaan benda-benda sejarah antara suku asli kepulauan
Australia (Aborigin) dengan di Pulau Jawa, menandakan bahwa nenek moyang
kita sudah melakukan hubungan dengan bangsa lain dengan memakai kapal layar
lewat jalur laut.
Selain factor sejarah di atas, kita sekarang tarik dalam konteks dunia
maritime kontemporer, maka mengembalikan ruh kegiatan dunia maritime di
wilayah kepulauan Indonesia, dari aspek ekonomi tentu saja akan meningkatkan
4
Lihat van Der Meulen dalam Suroyo, dkk, Sejarah Maritim Indonesia I: Menelusuri Jiwa Bahari
Bangsa Indonesia Abad ke-17 Masehi (Semarang: Jeda, 2007), h. 35.Lihat juga, A. Dahana, Tujuh
Pelayaran Cheng Ho Sebagai Diplomasi Kebudayaan, 1405-1433 dalam Leo Suryadinata (ed.).
Laksamana Ceng Ho dan Asia Tenggara, (Jakarta: LP3ES, 2007).
5
Elfrida Gultom, Refungsionalisasi pengaturan Pelabuhan untuk Meningkatkan Ekonomi Nasional
(Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada, 2007); Singgih Tri Sulistiono, Pengantar Sejarah Maritim
Indonesiia (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Depdiknas, 2004).