Page 83 - PROSIDING KONFERENSI NASIONAL SEJARAH X Budaya Bahari Dan Dinamika Kehidupan Bangsa Dalam Persepektif Sejarah Jakarta, 7 – 10 November 2016 Jilid VII
P. 83
9
dimulai dari perdagangan dan ekspansi mereka dengan memakai teknologi
pelayaran yang modern di kala itu, dengan munculnya kapal uap. Ruang lautan
dikuasai oleh mereka yang mempunyai kemampuan jelajah yang tinggi. Slogan
British Rules the Waves, menunjukkan keunggulannya menguasai tujuh samudera
dunia. Dampaknya ialah, kerajaan-kerajaan besar yang pernah jaya di miliki
Nusantara, meskipun symbol kejayaannya bercorak pedalaman, namun mereka
membangunnya melalui penjelajahan samudera antar pulau dan antar Negara.
Cikal bakal inilah yang seharusnya mengantarkan Indonesia sebagai Negara
maritime yang memiliki kekuatan menguasai lautan (sea power). Tidak berlebihan
jika kemudian kesadaran historis yang disertai tekad tersebut direalisasikan
menjadi sebuah visi menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim dunia.
Kemunduran dunia maritime di Nusantara dimulai sejak masuknya bangsa
Eropa, terutama bangsa Belanda. Dengan hadirnya bangsa Eropa di Nusantara
dengan armada dan militer yang kuat dan modern, menggeser kekuatan maritime
kerajaan-kerajaan Islam Nusantara ketika itu. Mereka digiring ke pedalaman
melalui kepercayaan mistik dan mitologi yang tidak lagi untuk mencintai laut. Hal
ini pernah dikatakan oleh Pramudya Ananta Toer dalam bukunya Arus Balik:
“hancurnya Kerajaan-Kerajaan di Nusantara, karena Singgasana Rajanya
10
dipalingkan ke laut.”
Belanda waktu itu, malahan melakukan rekayasa social dan militer yang
berhasil merubah paradigma jati diri rakyat Nusantara, dari yang semula
merupakan bangsa pelaut berubah menjadi bangsa agraris (land based oriented).
Kolonialisme telah membawa dampak terhadap perubahan cara pandang manusia
Nusantara dari sifatnya yang bahari ke agraris oriented. Laut tidak lagi menjadi
prioritas, karena telah dikuasai oleh colonial Belanda.
Ketika memasuki alam kemerdekaan, upaya untuk mengembalikan visi
kelautan Indonesia mulai dilakukan kembali oleh pemerintahan Soekarno. Upaya
itu kemudian berhasil dilakukan dengan lahirnya Deklarasi Djuanda 13 Desember
1957, yang intinya ialah “kepulauan Indonesia merupakan wilayah pulau-pulau,
10
Lihat, Pramoedya Ananta Toer, Arus Balik: Sebuah Epos Pasca Kejayaan Nusantara di Awal
abad ke 16 (Jakarta: Hasta Mitra, 2002).