Page 79 - PROSIDING KONFERENSI NASIONAL SEJARAH X Budaya Bahari Dan Dinamika Kehidupan Bangsa Dalam Persepektif Sejarah Jakarta, 7 – 10 November 2016 Jilid VII
P. 79

5







                           Pulau Kalimantan dan Sulawesi, dan seterusnya Kepulauan Maluku dan Philipina
                           atau  sebaliknya.  Kedua,  jalur  yang  menghubungkan  antara  kawasan  Barat  dan
                           Timur Nusantara dengan melintasi perairan laut Jawa, perairan Sulawesi Selatan

                           (Selayar),  perairan  Sulawesi  Tenggara,  laut  Banda,  dan  seterusnya  kepulauan
                           Maluku atau sebaliknya.  Ketiga, jalur yang menghubungkan pesisir Utara pulau

                           Jawa, Madura, Nusa Tenggara, Laut Banda, seterusnya ke kepulauan Maluku atau
                           sebaliknya. Namun dari sekian banyak jalur itu, laut Jawalah yang paling ramai.

                           Hal ini disebabkan, laut Jawa memiliki kedudukan strategis dalam jalur lalu lintas
                           perdagangan dunia  yang ramai antara Malaka, Jawa, dan Maluku. Berfungsinya

                           laut  Jawa  sebagai  jembatan  penghubung  pusat perdagangan  di  sepanjang  pantai
                           Nusantara,  telah  memberi  kontribusi  penting  terhadap  pertumbuhan  dan
                           perkembangan kota-kota dagang di Nusantara selama abad ke 16 sampai abad ke

                           18 Masehi. Tersebutlah kota-kota dagang yang terkenal seperti: Banten, Cirebon,
                           Batavia,  Gresik,  Tuban,  Demak,  Rembang,  Pasuruan,  Surabaya,  Probolinggo,

                           Panarukan,  Buleleng,  Lampung,  Palembang,  Banjarmasin,  Pontianak,  Sampit,
                                                                           3
                           Sambas, Makassar, Sumba, Kupang, dan Larantuka.
                                  Dari  penelusuran  sejarah,  bangsa  Indonesia  sesungguhnya  tidak

                           terpengaruh  atau  tidak  terbentuk  jiwa  baharinya  karena  adanya  factor dari  luar,
                           karena  orientasi  maritime  justru datang  dari  bangsa  Indonesia sendiri.    Hal  ini,

                           tentu  saja  disebabkan  kesadaran  akan  factor  geografis  dan  ekologis  bangsa
                           Indonesia,  membuat  mereka  sangat  menggantungkan  hidupnya  di  laut.  Namun

                           tidak  berarti  komoditi atau  barang  dagangan  mereka  hanya  bersumber dari  laut
                           semata,  sehingga  menutup  akses  dari  sumber  agraris.  Hal  ini  terbukti  di  dalam

                           sejarah,  bahwa  barang-barang  komoditi  hasil  pertanian,  seperti  cengkeh,  lada,
                           kayu manis, pala, dan kapur barus menjadi barang yang sangat dicari dan diminati
                           di pasaran Eropa dan Cina. Barang komoditi ini diekspor sampai ke Cina Utara







                           3
                             E. Poelinggomang, Makassar Abad ke XIX: Studi Tentang Kebijakan Perdagangan Maritim
                           (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2002) . Lihat juga, L.J. Touwen, Shipping and Trade in
                           the Java Sea Region 1870-1940: A Collection of Statistics on the Major Java Sea Ports (Leiden:
                           KITLV Press, 2001).
   74   75   76   77   78   79   80   81   82   83   84