Page 230 - Naskah Gubernur Pertama di Indonesia
P. 230
216 Gubernur Pertama di Indonesia
kerajaan dengan penguasa militer Jepang. Setelah pasukan AD
digantikan pasukan AL, pimpinan AL Jepang tampaknya melihat
pengalaman Pudja bekerja untuk birokrasi kolonial Belanda
bermanfaat untuk mengelola administrasi pemerintahan sipil di
Keresidenan Bali-Lombok. Ia kemudian ditunjuk menjadi kepala
daerah Bali Utara, sedangkan untuk Bali Selatan ditunjuk I Putu
39
Serangan.
Untuk memastikan dukungan dari rakyat Indonesia,
penguasa militer Jepang membutuhkan bantuan tokoh-tokoh
nasionalis senior seperti Sukarno, Hatta, dan Sjahrir yang pada saat
Jepang masuk masih berada di pengasingan di Bengkulu dan Banda
Neira. Pada pertengahan 1942 mereka dibebaskan dan dipulangkan
ke Jawa untuk berbagi tugas dengan Jepang dalam mempersiapkan
kemerdekaan Indonesia. Atas desakan Sukarno dan Hatta
pemerintah mendirikan badan propaganda baru, Pusat Tenaga
Rakyat (Putera), untuk mengajak berbagai organisasi nasionalis yang
sudah ada bekerja sama mendukung Jepang melawan Sekutu.
Dipimpin oleh empat serangkai— Sukarno, Hatta, Ki Hajar
Dewantara, dan K. H. Mas Mansur—dalam waktu singkat Putera
meraih dukungan di Jawa dan Madura. Pimpinan Putera secara
efektif menggunakan perangkat organisasi, seperti jaringan, radio
dan surat kabar, untuk menyampaikan pesan kemerdekaan secara
terselubung kepada rakyat.
Tidak lama setelah Putera bekerja, pemerintah mendirikan
Chuo Sangi-in (Dewan Pertimbangan Pusat), semacam dewan
perwakilan rakyat, tetapi tidak memiliki wewenang membuat
undang-undang. Fungsi utamanya adalah menjadi wadah bagi kaum
nasionalis untuk membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan
rencana Indonesia berpemerintahan sendiri. Lembaga serupa juga
didirikan di tingkat keresidenan dengan nama Shu Sangi-kai (Dewan
Pertimbangan Karesidenan); khusus untuk karesidenan Bali-Lombok
lembaganya bernama Syu Kaigi. Pudja ditunjuk menjadi penasihat
umum (gyōsei komon) dalam lembaga itu bersama beberapa tokoh
masyarakat Bali, seperti putra Raja Gianyar, Anak Agung Gde Agung.
Berdasarkan catatan Gde Agung tidak banyak tugas yang perlu

