Page 234 - Naskah Gubernur Pertama di Indonesia
P. 234
220 Gubernur Pertama di Indonesia
Adalah BPUPKI di Jawa yang berperan penting dalam
melahirkan dasar-dasar negara dan Undang-Undang Dasar, serta visi
kebangsaan bagi negeri baru Indonesia. BPUPKI dipimpin oleh Dr.
Radjiman Wedyodiningrat, dua orang wakil ketua, dan diikuti oleh 60
orang anggota yang seluruhnya datang dari Jawa dan Madura. Di
antara anggota ada juga perwakilan orang Jepang dan golongan
keturunan Tionghoa, Arab, dan Eropa. Pemerintah sengaja memilih
tokoh-tokoh nasionalis tua untuk berperan besar dalam BPUPKI agar
organisasi itu tidak dikendalikan oleh pemuda-pemuda radikal dari
jaringan bawah tanah dan lebih mudah bagi pemerintah untuk
45
bernegosiasi.
Tokoh-tokoh nasionalis yang sudah bekerja sama dengan
Jepang, seperti Sukarno dan Hatta, memang ingin Indonesia lekas
merdeka. Mereka mengikuti berita tentang kekalahan demi
kekalahan yang diderita Jepang akibat serangan gencar Sekutu.
Seandainya Sekutu menang dan masuk Indonesia mereka tidak yakin
tuntutan Indonesia untuk merdeka akan begitu saja dipenuhi. Dalam
hitungan politik mereka jauh lebih mudah untuk menekan Jepang
yang sedang dalam posisi tidak menguntungkan. Puncaknya, pada 6
dan 9 Agustus secara berturut-turut AS melepas bom nuklir di
Hiroshima dan Nagasaki. Sekitar 120.000 orang tewas, sebagian
besar rakyat sipil. Enam hari sesudahnya, pada 15 Agustus, Kaisar
Hirohito menyatakan Jepang menyerah tanpa syarat.
Indonesia kembali terlempar ke pusaran sejarah yang tak
terduga. Di antara dua pemboman yang mematikan itu Panglima AD
Ekspedisi Selatan yang berkedudukan di Saigon (Vietnam), Marsekal
Hisaichi Terauchi, memberi izin untuk pembentukan Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI; Dokuritsu Junbi Iinkai)
pada 7 Agustus dengan ketua Sukarno dan wakil ketua Mohammad
Hatta. Tugas panitia ini adalah melaksanakan kemerdekaan
Indonesia, mempersiapkan peralihan kekuasaan dari pemerintah
pendudukan Jepang kepada Indonesia, dan mengesahkan Rancangan
UUD yang dibuat oleh BPUPKI sebelumnya. Pada 9 Agustus, Sukarno,
Mohammad Hatta dan Radjiman Wedyodiningrat diundang Marsekal
Terauchi ke tempat peristirahatannya di Dalat. Dalam sebuah

