Page 239 - Naskah Gubernur Pertama di Indonesia
P. 239

I Gusti Ketut Pudja      225



               swapraja untuk menyampaikan berita  proklamasi kemerdekaan,
               pembentukan pemerintahan provinsi Sunda Kecil, dan meminta
               dukungan dari para raja. Selain itu mereka mengadakan pembicaraan
               dengan kepala-kepala bagian yang bekerja di pemerintahan sejak
               sebelum proklamasi. Pada dasarnya mereka semua mendukung
               pemerintahan Sukarno-Hatta tetapi  mereka ingin mendapat
               kejelasan  tentang posisi penguasa  militer  Jepang  di Bali.
               Pertanyaannya,  seandainya  kebijakan pemerintah provinsi dan
               penguasa militer bertentangan, mereka  harus mengikuti perintah
               siapa. Sedangkan, persoalan pokok bagi para  raja  adalah  status
               mereka sebagai penguasa swapraja yang sejak zaman pemerintahan
               Belanda memiliki otonomi untuk mengelola wilayah mereka masing-
               masing. Bagaimanakah status mereka pada masa kemerdekaan? Baik
               Pudja maupun Manuaba tidak dapat memberi jawaban yang pasti
               untuk dua pertanyaan pokok tersebut.
                      Maka, diutuslah Manuaba dan seorang anggota KNI ke Jakarta
               untuk berkonsultasi dengan  pemerintah  pusat pada 24 September
               1945. Ternyata pihak pemerintah pusat pun tak punya jawaban atas
               soal-soal tersebut. Mereka  tidak memberikan pedoman umum
               penataan administrasi pemerintah daerah di masa transisi, dan
               menyerahkan wewenang penuh kepada  Gubernur untuk mencari
               jalan  penyelesaian  sendiri. Ketut Pudja dan Manuaba kembali
               membicarakan  persoalan itu dengan  para raja dan pejabat
               pemerintah daerah. Hasil dari pembicaraan adalah Gubernur Pudja
               harus mengajukan tuntutan resmi kepada penguasa militer Jepang,
               Minseibu Chōkan, hal-hal sebagai berikut.
                   1.  Mengganti bendera Jepang Hinomaru yang masih dikibarkan
                      di kantor-kantor pemerintah dengan bendera Indonesia Sang
                      Merah Putih;
                   2.  Mengganti pemakaian waktu Jepang yang disesuaikan dengan
                      Tokyo dengan waktu Indonesia;
                   3.  Menghapus  jam malam  dan perintah penggelapan yang
                      menjadi  ciri  suasana peperangan dan menciptakan suasana
                      kemerdekaan yang aman dan damai;
   234   235   236   237   238   239   240   241   242   243   244