Page 243 - Naskah Gubernur Pertama di Indonesia
P. 243
I Gusti Ketut Pudja 229
kota pelabuhan utama, seperti Buleleng, Denpasar, dan Negara juga
membuat puri-puri tertentu lebih mudah berhubungan dengan
64
politisi dari Jawa dan belajar tentang ideologi baru.
Keterbatasan alat komunikasi dan transportasi membuat
Gubernur Pudja dan Manuaba kesulitan menjangkau tokoh-tokoh
yang tinggal di pulau-pulau lain dalam lingkup Sunda Kecil untuk
segera mengabarkan tentang proklamasi kemerdekaan,
pembentukan provinsi baru, dan pendirian KNI. Kerumitan persoalan
di Bali tampaknya juga menunda pelaksanaan kegiatan mereka di
luar Bali. Pada awal pemerintahannya, Gubernur Pudja hanya sempat
mengirim utusan dari Singaraja untuk menemui penguasa swapraja
Bima-Dompu, Sultan Muhammad Salahuddin, guna memperoleh
65
dukungan darinya. Namun, kesigapan para pejuang muda di Jawa,
Bali, Lombok, dan Sumbawa, menyebarkan berita proklamasi ke
seantero Sunda Kecil menyulut semangat rakyat untuk bergerak. Di
Bali para aktivis pelajar ISSM yang giat berkampanye ke seluruh Bali
hingga Lombok. Di Sumbawa berita datang bersama dengan aktivis
asal Sumbawa yang pergi ke Jawa, seperti Ishak Abdullah, Saleh
Amin, dan M. Tayib.
Yang menarik, di Kupang (Timor) justru penguasa Jepang
setempat yang berinisiatif mengakui pemerintah Republik dan
menyerahkan kekuasaannya kepada pejuang-pejuang lokal, Dr. A.
66
Gabeler, Tom Pello, dan I. H. Doko. Komandan Kedua Jepang di
Kupang juga memberitahu Raja Amarasi, H. A. Koroh, bahwa tentara
67
Jepang telah “memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.”
Sementara itu, di Mataram penguasa Jepang bersikap
membingungkan. Di satu sisi mereka berusaha keras
menyembunyikan berita tentang kekalahan Jepang dan proklamasi,
di lain sisi mereka dengan suka rela mengganti bendera Hinomaru
68
dengan Sang Merah Putih.
Perkembangan di Lombok dan Sumbawa cukup pesat dan
menggembirakan. Segera setelah para pejuang menyiarkan berita
tentang proklamasi mereka mendirikan KNI di Bima dan di Sumbawa
pada 17 September 1945. Ishak Abdullah, Saleh Amin, dan M. Tayib
menjadi pimpinan KNI cabang Bima dan langsung merancang

