Page 247 - Naskah Gubernur Pertama di Indonesia
P. 247

I Gusti Ketut Pudja      233



                      Dua hari kemudian Gubernur Pudja datang kembali ke
               kediaman Minseibu Chōkan dengan diiringi demonstrasi massa yang
               lebih besar. Kelompok pemuda bersama rakyat berbaris secara
               teratur, mengibarkan bendera Merah Putih, dan meneriakkan
               ‘Merdeka!’ berulang kali, diselingi dengan lagu-lagu perjuangan. Di
               antara pemuda ada yang membawa bambu runcing dan senjata tajam
               berbagai bentuk. Rupanya kepungan massa yang demikian besar dan
               riuh  cukup  mencemaskan para pembesar militer Jepang yang
               menerima Gubernur.  Chōkan  segera melaksanakan upacara
               penyerahan  kekuasaan kepada Gubernur  Pudja. Pada 10 Oktober,
               Gubernur dan para  pejabat pemerintah lainnya mengadakan  rapat
               dengan raja-raja di Bali untuk menyampaikan kabar tentang proses
               serah terima dari penguasa militer  Jepang kepada pemerintah
               Republik. Dalam rapat tersebut  disepakati bahwa para raja akan
               bekerja sama dengan  KNI di  setiap daerah  untuk mengelola
               administrasi pemerintahan di swapraja masing-masing, dan mereka
                                                        78
               bertanggung jawab kepada Gubernur Pudja.
                      Setelah penegasan status kepemimpinan sipil menjadi lebih
               jelas,  Gubernur Pudja mengirim utusan, Hilan  Tedjokusumo, ke
               Lombok,  Sumbawa,  dan  Bima-Dompu,  untuk  membentuk  KNI  di
               kedua daerah tersebut. Para pejuang di Lombok tampaknya sudah
               mempersiapkan segalanya karena  dengan segera terbentuk  KNI di
               daerah-daerah Lombok Tengah dan Lombok Timur, yang diikuti
               dengan pembentukan BKR, BBI (Barisan Buruh Indonesia), dan API
               (Angkatan Pemuda Indonesia). Organisasi-organisasi  itu kemudian
               menuntut penguasa militer Jepang setempat untuk menyerahkan
               kekuasaan kepada tokoh-tokoh pejuang Lombok yang berkomitmen
               kepada Republik, seperti Raden Nuna Nuraksa dan Mamik Padelah.
               Penguasa Jepang melaksanakan tuntutan tersebut dalam sebuah
               upacara yang disertai dengan pengibaran Sang Merah Putih di
               Gedung Mardi Bekso Mataram pada 15 Oktober 1945. Di Sumbawa
               dan Bima-Dompu KNI sudah didirikan  dan  dikelola oleh  sultan
               masing-masing daerah, Sultan M. Kaharuddin  dan Sultan  M.
               Salahuddin.
   242   243   244   245   246   247   248   249   250   251   252