Page 250 - Naskah Gubernur Pertama di Indonesia
P. 250
236 Gubernur Pertama di Indonesia
seratus ribuan tawanan perang berkebangsaan Eropa yang masih
disekap di kamp-kamp interniran di kota-kota dekat Jakarta,
Semarang, dan Surabaya. Mereka berpikir tugas ini tidak akan berat
dan dapat dilakukan dengan kerja sama dengan pemerintah
86
Indonesia, seperti operasi mereka di Tanah Melayu dan Birma.
Namun, kaum republikan di Bali tidak dapat tinggal diam ketika
pihak Belanda justru yang mulai mengganggu keamanan daerah
mereka. Pada akhir Oktober sebuah kapal dagang Belanda, ‘Abraham
87
Crijnssen’, merapat ke Pelabuhan Buleleng tanpa izin. Sejumlah
awak kapal bersenjata masuk kota, merampok bahan makanan,
menurunkan dan merobek-robek bendera Merah Putih, dan
menggantinya dengan bendera Belanda. Kelompok pemuda yang
berjaga-jaga di pelabuhan tidak mampu melawan mereka karena
tidak bersenjata, tetapi mereka dengan berani menurunkan bendera
Belanda dan menaikkan kembali bendera Indonesia. Pertikaian
berakhir dengan penembakan terhadap salah satu pemuda, I Ketut
88
Merta, dari Banjar Liligundi, oleh awak kapal Belanda hingga tewas.
Aksi provokasi Belanda ini membuat pimpinan BKR dan
organisasi-organisasi pemuda memutuskan untuk mengonsolidasi
kekuatan mereka di bawah satu komando militer, Tentara Keamanan
Rakyat (TKR), seperti telah diamanatkan pemerintah pusat melalui
Maklumat Pemerintah Republik Indonesia 5 Oktober 1945. Pada 1
November 1945 diadakan rapat bersama yang dipimpin Gubernur
Pudja dan dihadiri Ketua KNI Manuaba, para raja, dan pimpinan
badan-badan perjuangan di Kantor Gubernur Sunda Kecil di
89
Singaraja untuk meresmikan TKR. Sebagai pimpinan dipilih I Gusti
Ngurah Rai, seorang bangsawan dari Puri Carangsari, Badung, yang
berpengalaman sebagai anggota Prayoda dan berjuang di bawah
tanah pada masa Jepang. Pembentukan TKR ini dilaporkan ke
Menteri Pertahanan Amir Sjarifuddin, yang kemudian mengutus dua
opsir penghubung untuk membantu penegakan unit-unit TKR
Resimen Sunda Kecil hingga ke desa-desa. Untuk memperkuat TKR,
pimpinan pemuda mereorganisasi AMI menjadi Pemuda Republik
Indonesia di Denpasar di bawah pimpinan I Made Wija Kusuma, dan
90
Pesindo di Singaraja di bawah pimpinan I Gde Puger.

