Page 254 - Naskah Gubernur Pertama di Indonesia
P. 254

240       Gubernur Pertama di Indonesia



            kekuatan  perlawanan, tetapi juga memberi jalan  kepada raja-raja
            untuk menegakkan otoritas anti-Republik. Para pemuda yang
            berpencar di desa-desa hingga ke hutan-hutan terus mempersiapkan
            diri bertarung dengan mengikuti komando TKR atau PRI dan Pesindo
            walaupun ancaman persekusi dari serdadu-serdadu Jepang demikian
            kejam seperti ditangkap, disiksa, bisa juga dibunuh. Mereka yang
            menjadi staf di markas-markas gerilya  menjalankan tugas ganda
            yaitu harus merebut senjata  dari  serdadu  Jepang  dengan cara
            apapun, dan tetap membuat  rakyat percaya kepada  pemerintah RI
            dengan memberi mereka rasa aman. Singkatnya, para pemudalah
            yang  melanjutkan pekerjaan pemerintahan Pudja untuk membuat
            rakyat paham apa arti kemerdekaan dan mengapa mereka tetap
            harus berjuang walaupun sudah merdeka.  100
                Penguasa Jepang bergerak cepat untuk memperlihatkan kepada
            Sekutu bahwa mereka dapat mengendalikan keamanan  dan
            ketertiban di Bali. Pasukan Sekutu belum masuk Bali, tapi mereka
            telah menguasai sebagian besar Jawa. Sejak awal Januari 1946 ibu
            kota Republik terpaksa dipindahkan ke  Yogyakarta karena NICA
            menguasai  Jakarta dan menyulitkan pengelolaan  administrasi
            pemerintahan  di kota  tersebut. Sementara Gubernur Pudja  dan
            seluruh pengurus KNI ditahan, pihak Jepang mendorong para raja
            untuk  membentuk  Dewan  Raja-Raja  dan  mengambil  alih
            pemerintahan Republik. Untuk mendapatkan legitimasi dari rakyat
            mereka membebaskan Gubernur Pudja dan Ketua KNI Manuaba,
            serta anggota lainnya pada 21 Januari 1946 dengan syarat mereka
            bersedia  menghadiri rapat  gabungan  antara Dewan  Raja-Raja  dan
            KNI  yang  seluruh  agendanya  sudah  ditentukan  penguasa  Jepang
            bersama para raja. 101   Salah satu keputusan utama rapat itu adalah
            menghidupkan kembali lembaga  kuasi-legislatif yang dibentuk
            pemerintah kolonial Belanda pada 1938, Paruman Agung, yang
            aslinya hanya beranggotakan para raja dan penasihat dari masing-
            masing swapraja yang dipilih oleh raja masing-masing. Jepang
            bersama  para raja memperbarui keanggotaan Paruman Agung dan
            membuatnya seolah-olah lebih demokratis dengan menambahkan
            Paruman Negara dan Majelis Rakyat di dalam lembaga ini. Paruman
   249   250   251   252   253   254   255   256   257   258   259