Page 255 - Naskah Gubernur Pertama di Indonesia
P. 255
I Gusti Ketut Pudja 241
Negara adalah semacam DPRD untuk masing-masing swapraja yang
anggota-anggotanya dipilih raja, sedangkan Majelis Rakyat terbuka
bagi anggota masyarakat yang dipilih oleh Paruman Negara. 102
Gubernur Pudja dan Manuaba didesak untuk mengakui keberadaan
Paruman Agung sebagai pemegang otoritas negara di Bali.
Gubernur Pudja dan Manuaba menghadapi persoalan yang
pelik. Mereka harus mempertahankan Republik tetapi juga
menyadari kelemahan pemerintahan mereka karena tidak memiliki
kendali penuh atas kekuatan polisi dan militer, tidak pula atas
organisasi-organisasi pemuda yang anggotanya jauh melampaui
pasukan TKR. Dukungan dari pemerintah pusat juga tidak memadai
karena pemerintah pusat menghadapi masalah yang tidak kalah
sulitnya. Mereka terpaksa harus mengakui bahwa bagaimanapun
raja-raja masih memiliki kekuasaan lebih besar di swapraja masing-
masing. Pada 9 Februari, KNI mengeluarkan maklumat yang
menyatakan penyerahan “hak dan kekuasaan yang dipegang
Republik Indonesia” kepada Paruman Agung “dengan syarat apa pun
yang diperbuat badan tersebut tidak boleh menyimpang dari
konstitusi Republik Indonesia.” 103 Gubernur Pudja secara
konstitusional masih memimpin Provinsi Sunda Kecil tetapi dalam
kenyataannya Dewan Raja-Raja dalam Paruman Agung yang
berkuasa atas provinsi tersebut.
Pada 2 Maret 1946, pasukan KNIL di bawah komando Letnan
Kolonel F. H. ter Meulen bersama aparat pemerintahan sipil,
AMACAB (Allied Military Authority, Civil Affairs Branch) mendarat di
Pantai Sanur. Dalam pasukan itu terdapat Brigade Bali/Lombok atau
terkenal dengan nama Brigade Gadjah Merah yang terdiri dari
mantan tawanan perang Jepang yang membawa niat kuat membalas
dendam terhadap serdadu Jepang dan pemuda pendukung Republik.
Pada saat itu juga penguasa militer Jepang menyerahkan komando
tanggung jawab keamanan dan ketertiban kepada komandan KNIL.
Pasukan Belanda dengan penuh keyakinan membayangkan bahwa
Bali akan dapat mereka kuasai kembali dalam waktu singkat karena
kekuatan pendukung Republik di Bali tidak besar dan hanya
dikendalikan oleh sejumlah “ekstremis” yang dipengaruhi politik

