Page 246 - Naskah Gubernur Pertama di Indonesia
P. 246

232       Gubernur Pertama di Indonesia



            kepada rakyat. Kampanye  parade beras  ke timur itu seharusnya
                                              74
            berhasil melunakkan hati para raja.  Apa lacur, pada 20 September
            1945 sekelompok pemuda menculik Raja Gianyar Anak Agung Gde
            Agung, konon atas perintah petinggi Puri Peliatan dan Puri Ubud,
            yang notabene adalah puri-puri pesaing Puri Agung Gianyar sebagai
            pemegang  tahta. I Gusti Ngurah Rai lalu memerintahkan para
            pemuda untuk membebaskan  Gde Agung. Tak lama berselang,  Gde
            Agung kembali menjadi sasaran penculikan para pemuda. Tetapi ia
            berhasil lolos. Perseteruan antara Gde Agung dan pemuda semakin
            menajam dan kelak berujung pada sikap anti-Republik yang terbuka
                                                     75
            dan menentukan perjalanan negeri baru ini .
                   Pada 1 Oktober 1945, berita tentang pengakuan atas
            Republik Indonesia  dari  Uni Soviet, Amerika Serikat  dan Republik
            Rakyat  Tiongkok  tersiar  di radio  setempat. Kelompok pelajar  dan
            pemuda menyambutnya dengan kegembiraan luar biasa  dan
                                                                    76
            mengadakan pawai keliling kota untuk merayakannya.   Mereka
            melihat perkembangan itu sebagai kesempatan bagi pemerintahan
            Gubernur Pudja untuk  mendesak  pejabat lokal Dai Nippon
            menyerahkan kekuasaannya. Saat itu Gubernur Pudja dan Manuaba
            baru kembali dari  perjalanan keliling  Bali untuk mengabarkan
            tentang proklamasi dan mendirikan KNI di daerah-daerah swapraja.
            Dengan diwakili Ketua  BKR, I  Made  Putu, kelompok pemuda
            mendorong Gubernur  untuk mendesak penguasa  Jepang dengan
            ultimatum bahwa jika mereka tidak segera menyerahkan kekuasaan
            kepada pemerintah Republik akan terjadi pemogokan para pegawai
            pemerintah  dan  kerusuhan  yang  tak  terkendali.  Gubernur  Pudja
            sepakat dengan usulan pemuda. Pada 6  Oktober, dengan dikawal
            massa pemuda dan  didampingi semua kepala kantor  jawatan
            pemerintahan,  Gubernur  Pudja  mendatangi  kediaman  Minseibu
            Chōkan  di  Singaraja dan  menyampaikan  ultimatum yang sudah
            dibicarakan. Awalnya pihak Chokan meminta waktu lima hari untuk
            mempertimbangkannya. Tetapi melihat besarnya semangat dan
            dukungan yang diperlihatkan massa di belakang Gubernur, mereka
                                                                           77
            bersedia melakukan penyerahan kekuasaan dalam waktu dua hari.
   241   242   243   244   245   246   247   248   249   250   251