Page 241 - Naskah Gubernur Pertama di Indonesia
P. 241

I Gusti Ketut Pudja      227



               Tuan Pudja, kuda-kudanya adalah raja-raja, penumpangnya adalah
                                                             60
               rakyat. Rakyat sangat patuh kepada raja-rajanya.
                      Melihat kenyataan bahwa tidak semua penguasa swapraja
               dengan suka rela mendukung pemerintah Republik, Pudja dan
               Manuaba  memutuskan  untuk  berkeliling  Bali  dan  menggalang
               dukungan dari masyarakat. Rupanya  mereka mengikuti apa yang
               disampaikan Sukarno dalam pidatonya saat membuka konferensi
               pangreh praja se-Jawa  dan Madura bahwa dalam kondisi  dubbel-
               regeering  (pemerintahan  ganda), diplomasi  internasional saja tidak
               cukup. Diplomasi harus dilandasi oleh “suatu tenaga kekuatan” yang
               dibangun dari kemauan kolektif rakyat, yaitu kemauan untuk merasa
               dirinya  merdeka  dan  tuntutan  agar  mereka  tetap  merdeka.  KNI
               menjadi kendaraan utama bagi pembangunan tenaga kekuatan
                                                     61
               rakyat serupa ini sampai ke tingkat desa.
                      Kekuatan utama yang membantu jalannya roda pemerintahan
               Gubernur Pudja dalam situasi vakum kekuasaan itu adalah kelompok
               pemuda yang bermunculan di berbagai penjuru Bali. Organisasi
               pemuda terbesar saat itu, Angkatan Muda Indonesia (AMI), didirikan
               oleh I Gusti  Ngurah  Sindhu (Denpasar)  dan Tjokorda Sudarsana
               (Singaraja) untuk menampung pelajar dan pemuda yang sebelumnya
               tergabung  dalam  ISSM  dan  ESSTI  dan  mantan  prajurit  Prayoda,
               Kaigun  Heiho,  dan  Peta.  Para  pemuda  menjadi  juru  penerangan
               untuk menjelaskan kepada rakyat yang masih kebingungan dengan
               apa itu arti kemerdekaan dan membangkitkan semangat mereka
               untuk membela Republik dengan pidato-pidato dan aksi corat-coret
               slogan kemerdekaan di tembok-tembok bangunan. Walaupun tidak
               memiliki senjata, mereka segera membentuk organisasi pertahanan
               untuk mengawasi jalan masuk Bali dari pantai-pantai di Sanur,
               Singaraja, dan Gilimanuk, mengawasi gerak-gerik prajurit Jepang
               yang masih berpatroli di jalan-jalan, atau berlatih perang-perangan
               dengan senjata tajam  semisal belati,  parang, atau kampak. Mereka
               juga sibuk mengadakan rapat  dan  diskusi tentang langkah-langkah
               persiapan untuk membangun pertahanan wilayah. Selain itu, di
               antara mereka ada yang diutus untuk ke Jawa dan mencari informasi
   236   237   238   239   240   241   242   243   244   245   246