Page 89 - Naskah Gubernur Pertama di Indonesia
P. 89

76          Gubernur Pertama di Indonesia



            tokoh  pergerakan  nasional  dengan  golongan  elite  tradional.  Para
            pegawai  pamong  praja  rendahan,  misalnya,  terdorong  membaca
            secara senyap koran-koran atau penerbitan dari Jong Java, Parindra,
            dan  organisasi  kebangsaan  lainnya.  Mata  mereka  mulai  terbuka
            terhadap  suatu  dunia  internasional  yang  dikemukakan  oleh  tokoh-
            tokoh Indonesia modern.  “Dari sebab itu sering dikatakan tentang
                                    49
            Soetardjo  bahwa  ia  adalah  tokoh  plin-plan  dan  ini  mungkin  benar
            sebab  dia  harus  belajar  antara  kedua  ekstrem,  pergerakan  dan
            pemerintah,” tulis Ongokham. Hanya sebagai tokoh yang dilahirkan
            sebagai  pamong  praja  kita  mungkin  dapat  mengenal  Soetardjo
            dengan betul.
                         50
                    Memasuki zaman Indonesia merdeka, dengan kedudukannya
            sebagai  priayi,  Soetardjo  memilih  menjadi  jembatan  antara  rakyat
            dan  pemerintah.  Di  tengah  deru  revolusi  yang  ganas,  ia  turun  ke
            kancah  bersama  para  pejuang.  Soetardjo  sampai-sampai  harus
            kehilangan istrinya di masa yang kritis itu.
                    Penolakan  segelintir  pihak  tak  luput  menerpa  Soetardjo
            sebagai pejabat tertinggi di Jawa Barat. Sebagai seorang Jawa tulen
            yang  menjadi  pemimpin  di  Tanah  Sunda  memberikan  kesukaran
            sendiri  dalam  kinerja  Soetardjo.  Tantangan  dan  friksi  internal  pun
            tak  terlekkan  dalam  kehidupan  bernegara.  Itu  pula  yang  dialami
            Soetardjo  sampai  melepaskan  kepemimpinannya  dari  pejabat
            tertinggi  provinsi.  Kendati  demikian,  itu  tak  membuatnya  uring-
            uringan  apalagi  berontak.  Pengabdiannya  pada  negara  dan
            pemerintah tetap merupakan prioritas.
                    Membaca otobiografi Soetardjo yang dituliskan kembali oleh
            anaknya, ada kesan yang mengguratkan sisi emosional dalam dirinya.
            Sebagai memoar, peran dan perjuangannya tak terhindarkan sebagai
            sajian  yang  ditonjolkan.  Akan  tetapi,  itu  tak  mengurangi  sisi
            humanisme Soetardjo sebagai insan dan abdi negara. Sosoknya tetap
            layak dijadikan suri teladan bagi generasi saat ini maupun yang akan
            datang.
                    Sebagai catatan, nama Soetardjo tidak terdaftar dalam buku
            Republik  Indonesia:  Provinsi  Jawa  Barat  yang  diterbitkan
   84   85   86   87   88   89   90   91   92   93   94