Page 84 - Naskah Gubernur Pertama di Indonesia
P. 84
Soetardjo Kartohadikoesoemo 71
Pada waktu itu beredar kabar tentang mata-mata NICA yang
berkeliaran di pedalaman. Tanda pengenalnya berupa grafis huruf
“N” yang “diukir” pada kulit kepala si mata-mata. Pemeriksaan tanda
mata-mata itlah yang dilakukan oleh para pemuda pejuang terhadap
siapa pun, termasuk Gubernur. Bukannya marah atau melampiaskan
emosi, Gubernur Soetardjo malah memuji dan berterima kasih atas
tindakan siaga si penjaga. Perjalanan ke Tasikmalaya pun
dilanjutkan.
41
“Dengan senang hati saya memimpin perjuangan rakyat Jawa
Barat itu,” demikian Soetardjo merefleksikan pengalaman
perjuangannya sebagai Gubernur Jawa Barat pada masa revolusi.
Sewaka yang menjadi gubernur Jawa Barat ketiga (1946–52)
mengakui betapa sulit menjadi gubernur pada masa kritis setelah
Indonesia merdeka. Dalam memoarnya Sewaka antara lain
menyatakan, “Memang tak mudah memegang pemerintahan dalam
saat meletusnya revolusi semacam itu.”
42
AKHIR SEBAGAI GUBERNUR
Pada Januari 1946, pemerintahan nasional dipindahkan dari Jakarta
ke Yogyakarta untuk menghindari serangan Sekutu. Beredar kabar
dari Menteri Wiranatakusuma bahwa Soetardjo akan diajak serta
mengikuti kepindahan Presiden Sukarno ke Yogyakarta. Berita ini
makin terang pada bulan berikutnya dalam konferensi pamong praja
yang dihelat di Solo. Presiden Sukarno, dalam konferensi itu,
mengatakan lebih membutuhkan tenaga Soetardjo di pusat daripada
di Jawa Barat. Bung Hatta menambahkan bahwa pekerjaan di pusat
lebih genting. Lebih lanjut, Sukarno menyebutkan bahwa dengan
pangkat gubernur Soetardjo langsung diperbantukan sebagai
penasihat Presiden.
Secara langsung Presiden Sukarno meminta Soetardjo
Kartohadikoesoemo bergabung dengan pemerintah pusat. Berarti
jabatan gubernur Jawa Barat tak lama lagi akan dialihkan dari
Soetardjo kepada orang lain. Merasa kinerjanya sebagai gubernur tak