Page 87 - Naskah Gubernur Pertama di Indonesia
P. 87
74 Gubernur Pertama di Indonesia
mistis Soetardjo Kartohadikusumo dari PIR menegaskan bahwa
demokrasi adalah ‘persatuan Tuhan dengan hambanya’,” tulis Feith
dalam The Decline of Contitusional Democracy in Indonesia (2007).
Namun partai yang diawaki Soetardjo juga tak luput dari
perpecahan. Menjelang Pemilihan Umum 1955, Parindra pecah
menjadi dua kubu yaitu Parindra-Wongso dan Parindra-Hazairin.
Soetardjo kemudian pensiun sebagai pejabat negara pada 1957.
Selain sebagai birokrat tulen, Soetardjo juga seorang pemikir
dalam bidang kerjanya. Bukunya yang bertajuk Desa (1952)
membuktikan bahwa Soetardjo sangat memahami dan menghayati
seluk-beluk medan pengabdiannya. Buku tersebut menguraikan
dasar-dasar kebudayaan asli menurut adat desa seperti sistem
kekeluargaan dan gotong royong dalam kehidupan sipil masyarakat.
Bagi Soetardjo, kekuatan sebuah bangsa berakar kepada
perikehidupan di desa yang merupakan perwujudan demokrasi
Ketuhanan. “Bagi beliau nasib orang desa adalah simbol penderitaan
bangsanya, tidak hanya pada zaman penjajahan saja, akan tetapi juga
pada zaman setelah bangsanya menjadi merdeka,” tulis Setiadi
Kartohadikoesoemo.
Pada masa senjanya, Soetardjo mengisi waktu sebagai
akademisi di bidang ilmu politik dan pemerintahan. Ia menjadi dosen
luar biasa pada Universitas Padjajaran (1956–64) dan Institut
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung (1964–67). Lebih dari itu,
Soetardjo diganjar gelar Doktor Honoris Causa dalam Ilmu
Pendidikan Bidang Masyarakat dari IKIP Bandung pada 1967.
Sebagai tanda penghargaan pemerintah atas pengabdiannya,
Soetardjo menerima Bintang Mahaputra Kelas IV pada 1962 dan
Satyalencana Karya Satya Kelas II pada 1968. Pada usianya yang
sepuh, Soetardjo menerima nama ningrat Kanjeng Pangeran Hario
Soetardjo Kartoningprang dari Sri Paku Alam VII di Yogyakarta pada
1976. Itu menjadi gelar kehormatan terakhir dalam hidup Soetardjo.
Hingga saat akhir kehidupan itu tiba. Soetardjo wafat di
Jakarta pada 20 Desember 1976 dalam usia 84 tahun. Jenazahnya
dimakamkan di Astana Bibis Luhur, Surakarta.