Page 29 - Microsoft Word - KeruntuhanTeoriEvolusi
P. 29
Spekulasi Evolusionis: Gigi dan Cakar Archæopteryx
Dua hal penting yang diandalkan kaum evolusionis ketika menyatakan bahwa Archæopteryx merupakan
bentuk transisi, adalah cakar pada sayap burung itu dan giginya.
Memang benar bahwa Archæopteryx memiliki cakar pada sayapnya dan gigi dalam mulutnya, tetapi ciri-
ciri ini tidak berarti bahwa makhluk ini berkerabat dengan reptil. Di samping itu, dua spesies burung yang hidup
saat ini, Taouraco dan Hoatzin, keduanya memiliki cakar untuk berpegangan pada cabang-cabang pohon. Kedua
makhluk ini sepenuhnya burung tanpa karakteristik reptil. Karena itu, pernyataan bahwa Archæopteryx adalah
bentuk transisi hanya karena cakar pada sayapnya, sama sekali tidak berdasar.
Gigi pada paruh Archæopteryx juga tidak menunjukkan bahwa makhluk ini adalah bentuk transisi.
Evolusionis sengaja melakukan penipuan dengan mengatakan bahwa gigi-gigi ini adalah karakteristik reptil.
Bagaimanapun, gigi bukan ciri khas reptil. Kini, banyak reptil yang memang bergigi, dan banyak pula yang
tidak. Lagi pula, Archæopteryx bukan satu-satunya spesies burung yang memiliki gigi. Memang benar bahwa
saat ini tidak ada lagi burung yang memiliki gigi. Namun jika kita mengamati catatan fosil, kita akan
menemukan bahwa di zaman Archæopteryx dan setelahnya, bahkan hingga baru-baru ini, terdapat suatu genus
burung yang dapat dikategorikan sebagai “burung bergigi”.
Hal yang terpenting adalah bahwa struktur gigi Archæopteryx dan burung-burung lain yang bergigi
sama sekali berbeda dengan struktur gigi dinosaurus, yang dianggap nenek moyang mereka. Beberapa ahli
ornitologi terkenal, Martin, Steward dan Whetstone mengamati bahwa Archæopteryx dan burung-burung
bergigi lainnya memiliki gigi dengan permukaan-atas datar dan berakar besar. Namun, gigi dinosaurus teropoda,
5
nenek moyang hipotetis burung-burung ini, menonjol seperti gerigi gergaji dan memiliki akar menyempit. Para
peneliti juga membandingkan tulang-tulang pergelangan pada Archæopteryx dan dinosaurus, dan tidak
6
menemukan kemiripan di antara mereka.
John Ostrom adalah seorang ahli terkemuka yang menyatakan bahwa Archæopteryx berevolusi dari
dinosaurus. Namun penelitian ahli anatomi seperti Tarsitano, Hecht dan A.D. Walker mengungkapkan bahwa
pendapatnya tentang sejumlah “kemiripan” antara Archæopteryx dan dinosaurus, pada kenyataannya adalah
7
penafsiran yang salah.
Semua penemuan ini menunjukkan bahwa Archæopteryx bukanlah bentuk transisi, melainkan hanya
sejenis burung yang termasuk kategori “burung bergigi”.
Archæopteryx dan Fosil-Fosil Burung Purba Lainnya
Selama beberapa dekade evolusionis menyatakan Archæopteryx sebagai bukti terbesar skenario evolusi
burung, namun beberapa fosil yang baru ditemukan menggugurkan skenario tersebut.
Lianhai Hou dan Zhonghe Zhou, dua ahli paleontologi dari Institut Paleontologi Vertebrata Cina, pada
tahun 1995 menemukan fosil burung baru yang mereka namai Confuciusornis. Usia fosil burung ini hampir
sama dengan Archæopteryx (sekitar 140 juta tahun), tetapi tidak bergigi. Selain itu, paruh dan bulunya memiliki
ciri yang sama dengan burung masa kini. Selain memiliki struktur rangka yang sama dengan burung modern,
sayap burung ini juga memiliki cakar seperti Archæopteryx. Pada spesies burung ini dijumpai struktur khusus