Page 28 - Microsoft Word - KeruntuhanTeoriEvolusi
P. 28
Satu Lagi Bentuk Transisi Hipotetis: Archæopteryx
Sebagai jawaban, evolusionis mengajukan satu makhluk yaitu fosil bu-rung yang disebut Archæopteryx.
Burung ini dikenal luas sebagai salah satu ‘bentuk transisi’ dari hanya beberapa yang masih mereka
pertahankan. Archæopteryx, nenek moyang burung modern menurut kaum evolusionis, hidup 150 juta tahun
lalu. Teori tersebut menyatakan bahwa sejenis dinosaurus berukuran kecil yang disebut Velociraptor atau
Dromeosaurus berevolusi dengan mendapatkan sayap dan kemudian mulai terbang. Archæopteryx diasumsikan
sebagai makhluk transisi dari dinosaurus, nenek moyangnya, dan kemudian terbang untuk pertama kalinya.
Akan tetapi, penelitian terakhir pada fosil Archæopteryx menunjukkan bahwa makhluk ini sama sekali
bukan bentuk transisi, melainkan spesies burung dengan beberapa karakteristik yang berbeda dari burung masa
kini.
Hingga beberapa waktu yang lalu, pernyataan bahwa Archæopteryx merupakan makhluk “separo burung”
yang tidak dapat terbang dengan sempurna, masih sangat populer di kalangan evolusionis. Ketiadaan sternum
(tulang dada) pada makhluk ini, atau paling tidak perbedaannya dengan sternum milik unggas yang dapat
terbang, dianggap sebagai bukti paling penting bahwa burung ini tidak dapat terbang secara sempurna. (Tulang
dada terdapat di bawah toraks, sebagai tempat bertambatnya otot-otot yang digunakan untuk terbang. Pada masa
kini, tulang dada terdapat pada semua unggas yang dapat atau tidak dapat terbang, dan bah-kan pada kelelawar
— mamalia terbang dari famili yang sangat berbeda).
Namun, fosil Archæopteryx ketujuh yang ditemukan pada tahun 1992 menimbulkan kegemparan luar
biasa di kalangan evolusionis. Pada fosil Archæopteryx tersebut, tulang dada yang sejak lama dianggap hilang
oleh evolusionis ternyata benar-benar ada. Fosil temuan terakhir itu digambarkan oleh majalah Nature sebagai
berikut:
Fosil Archæopteryx ketujuh yang baru-baru ini ditemukan masih memiliki sebagian sternum berbentuk
persegi panjang. Sternum ini sudah lama diperkirakan ada, tetapi tidak pernah terdokumentasikan sebelumnya.
Temuan tersebut membuktikan bahwa makhluk ini memiliki otot-otot kuat untuk terbang. 3
Penemuan ini menggugurkan pernyataan bahwa Archæopteryx adalah makhluk setengah burung yang
tidak dapat terbang dengan baik.
Di sisi lain, struktur bulu burung tersebut menjadi salah satu bukti terpenting yang menegaskan bahwa
Archæopteryx benar-benar burung yang dapat terbang. Struktur bulu Archæopteryx yang asimetris tidak
berbeda dari burung modern, menunjukkan bahwa binatang ini dapat terbang dengan sempurna. Seorang ahli
paleontologi terkenal, Carl O. Dunbar menyatakan, “Karena bulunya, Archæopteryx dipastikan termasuk kelas
4
burung.”
Fakta lain yang terungkap dari struktur bulu Archæopteryx adalah bahwa hewan ini berdarah panas.
Sebagaimana telah diketahui, reptil dan dinosaurus adalah binatang berdarah dingin yang dipengaruhi oleh suhu
lingkungan, dan tidak dapat mengendalikan sendiri suhu tubuh mereka. Fungsi terpenting bulu burung adalah
untuk mempertahankan suhu tubuh. Fakta bahwa Archæopteryx memiliki bulu menunjukkan bahwa makhluk
ini benar-benar seekor burung berdarah panas yang perlu mempertahankan suhu tubuh, sementara dinosaurus
tidak.