Page 75 - PEMBINAAN NOVIS
P. 75

Pembinaan Novis



                   Ada perbedaan yang khas Fransiskan, antara kotbah dan ajakan untuk bertobat.
                          Kotbah  dalam  arti  sempit  adalah  kuasa  mengajar  Gereja  yang  mewartakan  Injil,
                          kewajiban ini merupakan tugas yang pertama-tama melekat pada jabatan Uskup, yang
                          dapat saja dikuasakan kepada orang lain
                          Ajakan untuk bertobat (exhortatio) justru berkaitan erat dengan gaya hidup pribadi
                          orang yang tengah berkotbah itu sendiri.
                   Yang juga menjadi  ciri  khas  kefransiskanan adalah adanya ikatan antara kontemplasi dan
                   kotbah/pewartaan.  Seni  atau  art  dari  suatu  kotbah  haruslah  dimulai  dengan  pembentukan
                   komunitas-komunitas  kontemplatif.  Namun  kontemplatif  jangan  sampai  diartikan  sebagai
                   melarikan diri dari situasi kenyataan, melainkan sesuatu yang dimaksud untuk mengangkat
                   situasi, sebagaimana dialami dan dihayati sebagai objek kontemplasi itu sendiri. Yang lebih
                   penting  adalah  mengungkapkan  pengalaman  pribadi  akan  Yesus  Kristus  dan  mewartakan
                   firman  Tuhan,  namun  harus  pula  dilakukan  dengan  cara  yang  kreatif,  yang  mencernakan
                   pengalaman-pengalaman orang lain sebagai tempat lain di mana Allah berkenan pula untuk
                   hadir.

                   Sto. Fransiskus sendiri tatkala menjelang akhir hayatnya, tatkala salah seorang saudaranya
                   ingin membacakan Kitab Suci baginya:
                   Ketika  Fransiskus  sedang  sakit  dan  seluruh  tubuhnya  terasa  sakit,  seorang  pengikutnya
                   berkata: “Bapa yang baik, engkau biasanya selalu mencari hiburan dalam Kitab Suci, dan
                   Kitab Suci selalu memberimu kesembuhan atas rasa sakitmu. Saya mohon agar saya boleh
                   membacakan sesuatu bagimu dari Kitab Para Nabi; mungkin jiwamu akan bersukacita dalam
                   Tuhan”.
                   Sang Santo pun menjawab dia katanya: “Memang baiklah bila orang membaca kesaksian
                   dari Kitab Suci; memang baiklah mencari Tuhan Allah kita dalam kesaksian-kesaksian itu.
                   Namun, untuk saya, saya sudah begitu banyak membuat Kitab Suci dalam diriku sehingga
                   ada  padaku  lebih  dari  cukup  untuk  direnungkan  dan  kuresapkan.  Saya  tidak  lagi
                   membutuhkannya, anakku; aku mengenal Kristus, Sang Miskin yang tersalib. (2 Cel 105).

                   Hanya mereka yang memiliki Kabar Sukacita dalam dirinyalah yang mampu berkotbah secara
                   baik, bahkan lebih dari itu. Orang baru mampu meyakinkan orang lain, kalau dia sendiri telah
                   menjadi Kabar Sukacita bagi orang lain, memang kaum awam tidak pernah secara formil
                   berkotbah di atas mimbar di gedung Gereja, karena memang tidak dibenarkan. Membawakan
                   homili,  bukanlah  tugas  kita,  namun  masih  banyak  tugas  lain  yang  fungsinya  sama,
                   mewartakan Kabar Sukacita dalam kesempatan lain, seperti pertemuan ibadat tanpa imam dll.

                   Bagi Fransiskan Awam, sebagaimana pesan Bapa Suci Paulus VI:
                   Pertama-tama, Injil harus diwartakan dengan kesaksian hidup... Lewat kesaksian tanpa kata
                   itu, orang Kristen tadi membangkitkan pertanyaan-pertanyaan yang tak terbendung dalam
                   hati mereka yang menyaksikan bagaimana kehidupan mereka. (Evangelii Nuntiandi No. 21)

                   Dari pernyataan Bapa Paus, maka menjadi jelas betapa pentingnya kotbah tanpa kata-kata atau
                   lebih jelas untuk kesaksian hidup, atau dengan kata lain: pewartaan injil sebelum mewartakan
                   firman, menghayati firman sebagai jalan hidupnya dan kotbahnya. Sto. Fransiskus sendiri
                   mengenai hal tsb menegaskan:
                   Pergilah, dan kabarkanlah damai sejahtera kepada orang-orang, wartakanlah pertobatan
                   akan pengampunan dosa-dosa. Hendaklah  sabar  dalam kesukaran-kesukaran, berkanjang
                   dalam doa, bersungguh-sungguh dalam tingkah laku dan penuh terima kasih kepada para
                   pendermamu, ingatlah bahwa untuk semuanya itu telah disediakan bagimu satu  kerajaan
                   abadi. (Leg May III, 7)

                   Bagi kaum awam yang dituntutn oleh spiritual Fransiskan,  tidak ada tugas yang lebih mulia
                   dari  pada  menunjukkan  kegembiraan  dan  kebahagiaannya  dalam  setiap  kata-kata  dan

                                                            155
   70   71   72   73   74   75   76   77   78   79   80