Page 80 - PEMBINAAN NOVIS
P. 80
Pembinaan Novis
Fransiskus seutuhnya (bdk. 1 Cel 112), ia mendapat stigmata sebagai ungkapan rasa
cinta dan hormat pada junjungannya.
3) Penghormatan yang luar biasa pada Kristus Yesus dapat dipahami penghargaan
terhadap Ekaristi. Allah yang Maha Luhur berkenan membatasi diri-Nya dalam roti
tak beragi (perendahan III), yang membawa keselamatan bagi umat yang percaya.
Penghormatan atas Ekaristi Suci mencakup mereka yang melayani, sampai pada
peralatannya.
4) Perendahan Yesus Putera Allah yang hidup, lahir dalam kandang domba (perendahan
I), mempengaruhi hidup dan kehidupan keagamannya. Rumusan pada masa itu
mengatakan: Fransiskus telanjang mengikuti Kristus yang telanjang, dibawanya
sampai pada saat kematiannya.
5) Rasa hormat pada Allah diwujudkan pula penghormatan pda setiap “ciptaan-Nya”.
Hal ini lebih-lebih ia melihat Yesus yang menjadi manusia, sebagai puncak
kemurahan dan cinta kasih Allah terhadap manusia sebagai ciptaan-Nya.
3. SPIRITUALITAS FRANSISKAN
Spiritualitas Fransiskan adalah semangat hidup rohani Fransiskus yang diumumkan, yang
menjadi milik umum, menjadi milik orang banyak, spiritualitas ini telah disesuaikan dengan
kesanggupan dan kemampuan banyak orang, bahkan kesanggupan dari suatu golongan atau
sekelompok orang. Perkembangan iman menuntut banyak orang untuk mengikuti jejak sang
santo, sehingga spiritualitas Fransiskus kehilangan sifat pribadinya, karena telah menjadi
spiritualitas banyak orang.
Kesan adanya perbedaan ini sebenarnya hanya semu belaka, demikian pater Cletus Goenen
OFM menegaskan, dan selanjutnya ia mengungkapkan: Corak batin Fransiskus yang khusus
ialah susunan hidup keagamaannya, sikap penyerahan jiwa raga menuju kesempurnaan, yang
kesemuanya adalah rahmat Allah atas bimbingan Roh Kudus. Rahmat yang sama tidak
pernah diberikan pada para pengikutnya. Karena perbedaan rahmat Allah inilah yang
menyebabkan adanya perbedaan dalam penafsiran atas spiritualitas Fransiskus. Dari
namanya kelihatan bahwa spiritualitas ini berasal dari Fransiskus Assisi, bukan Fransiskus
yang lain karena memang Fransiskus Assisi bapa pendirinya, sebagaimana diungkapkan oleh
Bapa Pius XI:
Lebih dahulu kami mengajak para biarawan, agar mereka mengarahkan pandangan pada
Pendiri dan Bapaknya, yang memberikan kepada mereka hukumnya, sebagaimana ia pun
menyampaikan teladannya juga, seandainya mereka sungguh-sungguh mau menerima dari
rahmat panggilannya bagian yang berlimpah-limpah.
Sebab bukankah sudah barang tentu tokoh-tokoh yang luhur itu tidak berbuat lain kecuali
mentaati ilham ilahi dengan mendirikan perserikatannya? Maka dari itu berjalan di jalan
yang baik. Maka dari itu semua anak-anak sejati, harus mengusahakan dan menghormatinya,
agar mereka menghormati Bapaknya yang memberi hukumnya, baik dengan menuruti
perintah-perintahnya maupun memiliki semua semangatnya. Selama mereka mengikuti jejak
pendiri perserikatannya tidak akan runtuh. (Enc. Unigenitus Dei Filius, 1924)
Yang sama, berlaku pula untuk spiritualitas perserikatan Fransiskan, persaudaraan ini
menerima hukum dan ketentuan yang disusun olehnya. Oleh karena itu corak batin keduanya
harus saling berhubungan, tidak boleh diputuskan atau diceraikan. Meskipun harus diakui
bahwa corak batin antara Fransiskus dan para Fransiskan saudaranya, tidaklah sama 100%.
Fransiskus seorang yang mendapat anugerah Tuhan secara khusus, sementara para saudara-
saudaranya hanya berusaha meniru, mengikuti teladannya, sebagaimana kisah ini:
Pada hari-hari permulaan Tarekat, Fransiskus bersama salah seorang dari dua belas
saudara yang pertama pergi mengedari jalan-jalan serta ladang-ladang dan menyalami
semua orang, pria maupun wanita, dengan berkat.
160