Page 148 - Pola Sugesti Erickson
P. 148
Milton Erickson: Pola Sugesti dan Strategi Terapi
Sebelum rokoknya habis, ia memasuki trance ringan. Kemudian kepadanya saya
sampaikan sugesti bahwa ia bisa terus menikmati rokoknya saat ia tidur semakin
lelap; bahwa saya akan menjaga rokoknya selagi ia tenggelam dalam tidurnya yang
paling lelap; bahwa, saat ia tidur, ia akan terus merasakan sensasi merokok dan
menikmati kepuasan. Ia trance sangat dalam, dan saya melatihnya untuk memberikan
respons sesuai dengan pola perilaku bawah sadarnya.”
Ia tidak mendesakkan konsepsinya dan mengarahkan bagaimana “seharusnya”
subjek berperilaku dalam induksi hipnotik. Sebaliknya, induksi dijalankan dengan
semacam pengakuan bahwa peran hipnotis semestinya semakin mengecil dan peran
subjek secara konstan semakin membesar. Hanya dengan demikian subjek akan
memasuki trance dalam cara yang ia sangat bisa menerima dan menikmatinya. Dan ia
bisa melakukan itu, melayani “tawaran” apa pun yang disodorkan oleh subjeknya, karena
pemahamannya yang baik tentang perilaku manusia, dan itu adalah kecakapan yang ia
peroleh karena gairahnya untuk terus-menerus melakukan pengamatan sejak ia muda.
Dengan membuat penerimaan itu, pada gilirannya ia membalikkan keadaan dan
membimbing subjeknya untuk menggali sumberdaya terbaik yang dimiliki oleh si subjek
dan yang bisa diaktifkan untuk membangkitkan perilaku yang diperlukan untuk
mengatasi masalah.
Jadi apa sesungguhnya “teknik baku” Erickson dalam melakukan induksi?
Sejak awal ketertarikannya pada hipnosis, Erickson memiliki kecenderungan untuk
memberikan apresiasi yang tinggi pada individualitas subjek. Bagaimanapun, setiap
orang hadir dengan keunikannya masing-masing. “Sama dengan keunikan sidik jari pada
setiap orang, setiap orang datang sebagai individu yang berbeda,” katanya. Dengan
pandangan seperti itu, ia beranggapan bahwa upaya untuk menetapkan teknik baku dalam
hipnosis adalah sesuatu yang bisa dibilang tidak akan pernah berhasil. “Upaya untuk
mencari pendekatan baku inilah yang membawa orang pada keputusan absurd untuk
merekam skrip dan memproduksinya secara massal,” katanya, “seolah-olah skrip yang
sama bisa menghasilkan respons yang sama dan pengaruh yang sama pada setiap orang
yang mendengarnya.”
148