Page 19 - Sufisme-Dalam-Tafsir-Nawawi-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA
P. 19
S u f i s m e D a l a m T a f s i r N a w a w i | 18
kepala. Secara filosofis ungkapan ini untuk menggambarkan bahwa
kaum sufi adalah orang-orang yang hanya berserah diri kepada
Allah. Ketundukan, kepasrahan, dan keyakinan mereka kepada
20
Allah tidak dapat tergoyahkan oleh situasi dan kondisi apapun .
20 Di antara hal yang melandasi kebenaran ajaran ini adalah hadits
Rasulullah yang menceritakan tentang nabi Ibrahim. Diriwayatkan bahwa ketika
nabi Ibrahim hendak dilemparkan oleh Namrud ke dalam api maka seluruh
makhluk Allah menjadi gelisah mulai dari mulai langit, bumi, angin, awan,
hujan, gunung-gunung, matahari, bulan, arsy, kursi, para malaikat, dan lainnya.
Mereka semua meminta kepada Allah untuk diperkenankan menolong nabi
Ibrahim. Namun setiap permohonan makhluk tersebut dijawab oleh Allah:
“Ibrahim adalah hamba-Ku, jika ia minta pertolongan kepadamu maka
tolonglah ia, namun jika ia tidak memintanya maka tinggalkanlah ia”. Bahkan
saat nabi Ibrahim sudah diletakkan di atas manjanik (semacam ketepel dalam
bentuk besar) handak dilemparkan, malaikat Jibril datang kepadanya. Setelah
mengucapkan salam, jibril berkata: “Wahai nabi Allah, saya adalah Jibril, adakah
engkau membutuhkan pertolonganku?”. Nabi Ibrahim dengan tawakkal dan
keyakinan yang kuat berkata: “Darimu aku tidak membutuhkan suatu apapun,
aku hanya membutuhkan kepada Allah”. Akhirnya, ketika nabi Ibrahim hendak
jatuh ke dalam api maka datang perintah dari Allah kepada api untuk menjadi
dingin yang memberi keselamatan kepada nabi Ibrahim. Maka di saat itu setiap
api di seluruh pelosok dunia menjadi dingin, diriwayatkan tidak ada sedikitpun
makanan yang dapat dimasak oleh api. Allah memerintahkan kepada api
tersebut untuk menjadi dingin yang memberikan keselamatan karena bila tidak
demikian maka nabi Ibrahim akan sangat kedinginan di dalam api dan dapat
membahayakannya. Dalam satu riwayat disebutkan bahwa nabi Ibrahim
berkata: “Ketika aku berada di dalam api selama lebih dari empat puluh hari,
sungguh tidak ada malam dan dan tidak ada siang yang pernah aku rasakan yang
lebih baik dari pada ketika aku berada dalam api tersebut, bahkan aku berharap
andaikan seluruh hidupku berada di dalam api itu. Abu Nu’aim, Hilyah al-Auliyâ
…, j. 1, hal. 19-20

