Page 21 - Sufisme-Dalam-Tafsir-Nawawi-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA
P. 21
S u f i s m e D a l a m T a f s i r N a w a w i | 20
hidup hingga dewasa maka ia akan selalu mengikatkan kain wol
(shûfah) pada kepala anak tersebut. Kemudian lahirlah al-Ghauts,
dan dari al-Ghauts inilah kemudian lahir keturunan-keturunan yang
yang dikenal Banî al-Shûfah. Hingga kemudian setelah datang agama
Islam maka mereka masuk ke dalam Islam dan menjadi orang-
orang saleh ahli ibadah. Beberapa diantaranya adalah sahabat-
sahabat Rasulullah yang telah meriwayatkan hadits. Dari sini
kemudian dikenal penamaan bagi orang-orang yang dekat dengan
sahabat nabi dari Banî al-Shûfah tersebut, atau bergaul dengan
mereka, atau yang mengambil hadits dari mereka, atau bahkan yang
hanya berpakaian dan ahli ibadah seperti mereka, bahwa mereka
sebagai orang-orang sufi. Adapun definisi tasawuf yang beragam
dan banyak diungkapkan oleh kaum sufi sendiri, menurut Ahmad
al-Rifa’i, lebih didasarkan kepada jalan atau media yang dipakai
dalam menjalani tasawuf itu sendiri. Karena itu, ada pendapat yang
mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata Shafâ, ada pula yang
mengatakan dari kata Mushâfât, dan berbagai definisi lainnya.
Namun demikian, dengan melihat kepada nilai-nilai yang ada di
22
dalam tasawuf itu sendiri semua definisi tersebut adalah benar .
Dalam pandangan al-Suhrawardi, pengambilan nama
tasawuf dari kata al-Shûf dapat diterima secara bahasa. Hal ini juga
didasarkan kepada kebiasaan kaum sufi yang selalu berpakaian yang
terbuat dari kain wol yang kasar. Hanya saja yang harus ditekankan
22 Al-Rifa’i Abu al-’Abbas Ahmad al-Rifa’i al-Kabir ibn al-Sulthan Ali,
Maqâlât Min al-Burhân al-Mu’ayyad, cet. 1, 1425-2004, Bairut: Dar al-Masyari’,
hal. 21

