Page 47 - Sufisme-Dalam-Tafsir-Nawawi-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA
P. 47

S u f i s m e   D a l a m   T a f s i r   N a w a w i  | 46

            sifat-sifat  fisik  dan  benda  (makhluk)  yang  tentunya  mustahil  bagi
                  54
            Allah .


                b.  Nama Kitab Marâh Labîd


                    54   Ada  dua  metode  untuk  memaknai  ayat-ayat  mutasyâbihât  yang
            keduanya sama-sama benar dan diberlakukan oleh para ulama, baik ulama Salaf
            maupun Khalaf. Metode ulama Salaf adalah metode yang umum dipakai oleh
            ulama  Salaf,  walaupun  mungkin  ada  juga  dari  ulama  Khalaf  yang  memakai
            metode  yang    tersebut.  Demikian  pula  metode  ulama  Khalaf  adalah  metode
            yang umum dipakai oleh ulama Khalaf, walaupun mungkin ada pula dari ulama
            Salaf  yang  memakai  metode  yang  tersebut.  Ke  dua  metode  Salaf  dan  Khalaf
            tersebut adalah sebagai berikut:
                    Pertama:  Metode  Salaf.  Mereka  adalah  orang-orang  yang  hidup  pada
            tiga  abad  hijriyah  pertama.  kebanyakan  dari  mereka  mentakwil    ayat-ayat
            mutasyâbihât  secara  global  (Takwil  Ijmâli),  yaitu  dengan  mengimaninya  serta
            meyakini  bahwa  maknanya  bukanlah  sifat-sifat  jism,  bukan  sesuatu  yang
            memiliki  ukuran  dan  dimensi,  tetapi  teks-teks  mutasyâbihât  tersebut  memiliki
            makna yang layak bagi keagungan dan kemahasucian Allah tanpa menentukan
            makna tertentu bagi teks tersebut. Mereka hanya mengembalikan makna ayat-
            ayat  mutasyâbihât  kepada  ayat-ayat  muhkamât  seperti  firman  Allah  “Dia  (Allah)
            tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya”. (QS. al-Syura: 11).
                    Kedua: Metode Khalaf. Disebut dengan metode takwil tafshîliy. Mereka
            mentakwil ayat-ayat mutasyâbihât secara terperinci dengan menentukan makna-
            maknanya sesuai dengan penggunaan kata tersebut dalam bahasa Arab. Seperti
            halnya  ulama  Salaf,  mereka  tidak  memahami ayat-ayat  tersebut  sesuai  dengan
            zhahirnya. Metode ini bisa diambil dan diikuti, terutama ketika dikhawatirkan
            terjadi  goncangan  terhadap  keyakinan  orang  awam  demi  untuk  menjaga  dan
            membentengi mereka dari tasybîh (menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya).
            Sebagai contoh, firman Allah yang memaki Iblis: “Mâ mana’aka an tasjuda limâ
            khlaqtu  bi  yadayya”  (QS.  Shad:  75).  Ayat  ini  boleh  ditafsirkan  bahwa  yang
            dimaksud  dengan  al-Yadayn  adalah  al-'Inâyah  (perhatian  khusus)  dan  al-Hifzh
            (memelihara dan menjaga). Nawawi,  Marâh Labîd …, j. 1, hal. 88
   42   43   44   45   46   47   48   49   50   51   52