Page 42 - Sufisme-Dalam-Tafsir-Nawawi-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA
P. 42

S u f i s m e   D a l a m   T a f s i r   N a w a w i  | 41

            Ihya  ‘Ulum  al-Din  seperti  yang  kita  ketahui  terbagi  kepada  empat
            bagian;  seperempat    pertama  tentang  Ibadah,  seperempat  kedua
            tentang  kebiasaan-kebiasaan  (al-‘Adah),  seperempat  ketiga  tentang
            perkara-perkara yang menghancurkan (al-Muhlikat) dan seperempat

            terakhir tentang perkara-perkara yang menyelamatkan (al-Munjiyat).
            Dan setiap unsur dalam setiap bagiannya tidak lepas dari tuntunan
            untuk berpegang teguh dengan ajaran syari’at, bahkan dalam hal ini
            kitab  Ihya’  cukup  pundamental.  Karena  tidak  jarang  ia  dijadikan
            rujukan dalam kajian fiqh.

                    Orientasi  itegritas  Ishlah  al-Qalb  [yang  menjadi  tujuan
            tasawuf] dengan ajaran-ajaran syari’at [atau al-Ahkam dalam tataran
            praktis] dalam Manzhumah ini lebih jelas lagi, dalam bait:

                      لا    مكلما لوسرلا ةعباتم لاإ  هل    *  لإا لَإ قيرطلا ىلع ليلد لا ذإ

                            لاد عت لا نعبتاو نعبتتف     *  هلاق مو ه لاعفو هلاح فِ


                       47 لاصتأ ثيدلحاو بير باتكب     *  تد يق دق خياشم لك قيرطو


                    Dalam  pada  ini  Syekh  Nawawi  tidak  sedikitpun  mengutip
            keyakinan     Hulul    (Monisme)      maupun      Wahdatul    Wujud
            (Antropomorfisme).  Bahkan  justeru  beliau  mengutip  pernyataan

            Abu  al-Husain  an-Nawawi:  “Allah  tidak  memberikan  kepada
            seorangpun dari hamba-Nya kedudukan, kesempatan dan keadaan
            yang dengannya menjadi gugur ajaran-ajaran (Adab) syari’at. Ajaran-

                    46  Nawawi, Salâlim al-Fudlalâ’ …, hal. 90
                    47  Nawawi, Salâlim al-Fudlalâ’ …, hal. 26-27
   37   38   39   40   41   42   43   44   45   46   47