Page 76 - Sufisme-Dalam-Tafsir-Nawawi-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA
P. 76
S u f i s m e D a l a m T a f s i r N a w a w i | 75
Sebagian ahli tasawuf ketika ditanya tentang apa yang paling
bermanfaat untuk menjaga seseorang dari berbagai
marabahaya menyatakan adalah lidahnya sendiri. Karena itu
seorang manusia berakal cerdas akan selalu
memperhitungkan akibat dari setiap kata-kata yang akan
diucapkannya. Kecuali dalan keadaan yang dianjurkan atau
bahkan diwajibkan oleh syari’at maka berkata-kata dalam
kondisi ini adalah sebuah keharusan.
Al-Qusyairi berkata:
“Diam adalah keselamatan. Ini adalah dasar pokoknya.
Namun diam juga dapat menyebabkan penyesalan jika tidak
ada perintah untuk itu. Maka yang menjadi tolak ukur dalam
berkata-kata, baik untuk memerintah maupun untuk
melarang adalah ketentuan syari’at. Benar, berdiam dalam
kondisi tertentu adalah di antara sifal-sifat kaum sufi, namun
dalam keadaan tertentu di mana tuntutan berbicara adalah
sebuah keharusan maka berkata-kata lebih mulia dan lebih
utama dari pada berdiam diri” . Karenanya Abu ‘Ali al-
122
Daqqaq berkata: “Seorang yang berdiam diri tidak mau
mengungkapkan kebenaran maka ia laksana setan yang
bisu” .
123
122 Al-Qusyairi, al-Risâlah …, hal. 120
123 Al-Qusyairi, al-Risâlah …, hal. 120

