Page 337 - anzdoc.com_sejarah-nasional-indonesia-vi
P. 337

Pada  tanggal  8  Mei  1964,  Presiden  Soekarno  akhirnya  mengeluarkan
            perintah larangan terhadap  Manifes  Kebudayaan, pernyataan larangan itu
            sebagai berikut:
                     “sebab-sebab larangan itu adalah, karena Manifesto Politik Republik
               Indonesia sebagai pancaran Pancasila telah menjadi garis besar haluan
               negara  dan  tidak  mungkin  didampingi  dengan  Manifesto  lain,  apalagi
               kalau Manifesto itu menunjukan sikap ragu-ragu terhadap revolusi dan
               memberi kesan berdiri di sampingnya, padahal demi suksesnya revolusi,
               maka  segala  usaha  kita  juga  dalam  lapangan  kebudayaan,  harus  kita
               jalankan  di  atas  rel  revolusi  menurut  petunjuk-petunjuk  Manipol  dan

               bahan-bahan indoktrinasi.”
                  Pernyataan larangan Presiden Soekarno menganggap pendukung Manifes
            Kebudayaan ragu-ragu terhadap revolusi dan mengangap Manifes Kebudayaan
            bertentangan dengan Manipol adalah tuduhan yang sangat berbahaya waktu

            itu.  Tokoh utama  Manifes  Kebudayan adalah  H.B. Jassin, Wiratmo Sukito,
            dan  Trisno  Sumardjo, merasakan  bahwa mereka harus  membuat suatu
            pernyataan berkenaan dengan perintah pelarangan dari  Presiden  Soekarno
            untuk menjelaskan posisi  Manifes  Kebudayaan.  Oleh karena  itu tanggal 11

            Mei  1964,  ketiga  tokoh  itu  menanggapi  larangan  Presiden  Soekarno  dengan
            pernyataan, “... tidak ada maksud lain selain daripada membangkitkan swadaya
            di  bidang  kebudayaan.  Berhubung  sesuai  dengan larangan PJM Presiden/
            Panglima Tertinggi/ Pemimpin Besar Revolusi, Bung Karno, terhadap Manifes

            Kebudayaan yang tersebut demi keutuhan dan kelurusan jalannya revolusi, dan
            demi kesempurnaan ketahanan bangsa, maka kami, para pendukung Manifes
            Kebudayaan di Jakarta menganjurkan kepada saudara-saudara agar mematuhi/
            memenuhi maksud daripada larangan tersebut. Dengan demikian kita tetap setia

            di bawah pimpinan dan bimbingan Pemimpin Besar Revolusi, Bung Karno, justru
            untuk  kepetingan  nasional  kita  sebagai  salah  satu  golongan  yang  tetap  setia
            pada revolusi harus menempatkan kepentingan nasional di atas kepentingan
            lainnya. Pernyataan dibuat supaya jangan banyak korban jatuh akibat dukungan

            kepada Manifes Kebudayaan”…    16
                     Pada tanggal 27 Agustus - 2 September 1964, PKI mengadakan Konferensi
            Nasional Sastra dan Seni Revolusioner (KSSR) di Jakarta. Dengan KSSR ini PKI
            ingin  membuktikan  bahwa  suasana  kebudayaan  berada  di  bawah  kekuasaan

            16   Ibid., hh. 505-506.

                                                  Sejarah Nasional Indonesia VI            333
   332   333   334   335   336   337   338   339   340   341   342