Page 69 - Cara Menjadi Pengusaha
P. 69

Menurut Mbah Mo, promosi pun tak pernah ia lakukan. Saya kira, proses yang
                   terjadi  adalah  pemasaran  tradisional  dari  mulut  ke  mulut  (word  by  mouth)  alias  getok

                   tular. tentunya “kesadaran” Mbah Mo, bahwa produk yang berkualitas adalah kekuatan
                   pemasarannya.  Dan,  karena  itulah  setiap  malamnya,  Mbah  Mo  mengais  omset  dengan

                   menghabiskan 10 kilogram mie, dan 10 ekor ayam.
                          Bisnis Mbah Mo dirintis sejak 1986. Memang, bertahun-tahun sebelumnya, Mbah
                   Mo pernah berjualan pecel dengan konsumen tetangga dan warga sekitar. Untuk terjun ke

                   bisnis barunya ini, Mbah Mo harus melakukan magang atau mentoring, guna menimba
                   pengalaman membuat bakmi. Orang yang dijadikan mentor untuk membuat bakmi yang
                   lezat adalah kakak iparnya sendiri, yang juga berjualan bakmi dan tinggal di Yogyakarta.

                          Pengalaman  Mbah  Mo  yang  mendapat  mentoring  dari  kakak  iparnya  ini,
                   mengingatkan saya pada apa yang dikatakan Steven R. Covey, bunyinya: “Kalau Anda
                   memberikan  ikan  pada  seseorang,  berarti  Anda  memberi  makan  sehari.  Kalau  Anda

                   memberi pancing pada seseorang, berarti Anda memberi makan seumur hidup.”
                          Pandangan  Covey  ini  oleh  rekannya,  Raymond  WY.  Kao,  dikembangkan

                   menjadi: “seandainya Anda memberi pancing, kemudian mendidik cara memancing, dan
                   sekaligus  menanamkan  tanggung  jawab  moral,  maka  Anda  berarti  ikut  membangun
                   suatu negara.”

                          Saya  melihat,  ternyata  tradisi  mentoring  merupakan  cara  ampuh  untuk  alih
                   pengetahuan, alih keterampilan, sekaligus transfer budaya, dan etos kerja entrepreneur.

                   Seperti  halnya  Mbah  Mo,  tradisi  mentoring  sebenarnya  dapat  dikembangkan  dalam
                   masyarakat,  bila  kita  ingin  melahirkan  lebih  banyak  lagi  wirausahawan  baru  dalam
                   masyarakat.


                   Tak Suka Bisnis Besar
                          Ketentraman hati ada kalanya lebih penting dari puda keuntungan bisnis.

                          Anda penggemar soto? Kalau  ya, pasti Anda telah mengenal atau bahkan telah
                   menjadi pelanggan tetap Soto Kadipiro, yang terletak di jalan Wates Yogyakarta itu. Di
                   restoran yang didirikan 1921 oleh Pak Karto Wijoyo (alm), dan sejak 1975 dikelola putra

                   sulungnya, Pak Widadi (60 thn) sampai sekarang ini, secara terbuka memaparkan tulisan
                   besar pada sebuah papan yang dipasang di restoran tersebut. Isinya, “Tidak Buka Cabang

                   di Jakarta dan di kota lainnya”.
   64   65   66   67   68   69   70   71   72   73   74