Page 19 - New Final HS Mutahar
P. 19
6 | Husein Mutahar dalam Lintasan Sejarah: Riwayat Sang Pandu Sejati
Mutahar diangkat menjadi ajudan Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal),
Laksamana III Mohammad Nazir di Semarang, Jawa Tengah. Pada tahun
1947 ketika Presiden Sukarno datang ke Semarang, Husein Mutahar
selaku ajudan Kasal mendampingi presiden selama berada di kota tersebut.
Melihat kinerjanya yang bagus, saat itu Presiden Sukarno tertarik dengan
sosok Mutahar yang telah mendampinginya selama di Semarang. Sampai
akhirnya oleh Presiden Sukarno Mutahar dinaikkan pangkatnya menjadi
Mayor dan ditarik menjadi ajudan presiden atas persetujuan Mohammad
Nazir. Sejak saat itu Husein Mutahar pindah ke Yogyakarta menjadi
ajudan presiden dan dalam perkembangannya, Sukarno sangat dekat
hubungannya daripada dengan ajudan lainnya.
Mutahar kemudian melanjutkan pendidikan di Jurusan Hukum,
Universitas Gadjah Mada. Kecintaannya pada bidang bahasa
mengantarkannya untuk kuliah rangkap di Jurusan Sastra Timur, khusus
Jawa Kuno di kampus yang sama. Mengingat situasi dan kondisi yang
ada pada saat itu, maka pada tahun 1948, Mutahar harus meninggalkan
bangku kuliah dan ikut berjuang bersama para pemuda lainnya. Ia ikut
serta dalam Pertempuran Lima Hari di Semarang. Ketika terjadi Agresi
Militer II, dan Ibukota Republik Indonesia, Yogyakarta jatuh ke tangan
Belanda, Mutahar kemudian ikut bergerilya di daerah Jawa Barat dan
Jakarta, hingga Pengakuan Kedaulatan di tahun 1949.
Husein Mutahar memiliki kecakapan dalam berbahasa dan
menguasai 8 bahasa selain Bahasa Indonesia diantaranya bahasa Jawa,
Melayu, Arab, Inggris, Belanda, Jerman, Perancis, dan Spanyol. Karena
kemampuan berbagai Bahasa tersebut beliau ditempatkan menjadi
pegawai di Kementerian Luar Negeri. Setelah pengakuan kedaulatan,
Mutahar diangkat menjadi pegawai pada Departemen Luar Negeri
(1949-1979); ia juga diperbantukan di Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan sebagai Direktur Jenderal Pemuda dan Pramuka (1966-
1968). Perjalanan karir Mutahar selanjutnya ketika ia ditunjuk oleh
Presiden Suharto menjadi Duta Besar Republik Indonesia untuk Takhta
Suci Vatikan di Roma (1969-1973). Ia ditugaskan untuk menggantikan
Mohammad Nazir, duta besar sebelumnya. Tugas tersebut dilaksanakan
oleh Husein Mutahar selama empat tahun hingga pada tahun 1973 ia
kembali ke Indonesia. (Wawancara dengan Sukari, 4 Mei 2019)