Page 24 - New Final HS Mutahar
P. 24

Inventarisasi Sumber Arsip Husein Mutahar: Pengabdian dan Karyanya | 11


                   hanya itu, Mutahar juga diberi sejumlah uang untuk membeli tiket kapal
                   laut. Malam itu juga ia berangkat ke Jakarta. Keesokan harinya, ketika
                   Belanda datang ke tempat tahanan Mutahar, mereka hanya menjumpai
                   kamar tahanan yang kosong. Di Jakarta, untuk beberapa saat, Mutahar
                   menginap di rumah Perdana Menteri Sutan Syahrir, yang tidak ikut
                   mengungsi ke Yogyakarta.

                       Mutahar kemudian mencari tempat tinggal di Jakarta. Ia kemudian
                   indekos  di  kediaman  R.  Said  Soekanto  Tjokrodiatmodjo  (Kepala
                   Kepolisian RI yang pertama), di Jalan Pegangsaan Timur 43. Mutahar
                   selalu mencari informasi dan cara, bagaimanaa bisa segera menyerahkan
                   bendera pusaka kepada Presiden Sukarno. Pada pertengahan bulan Juni
                   1949, ia menerima pesan dari Soedjono yang tinggal di Oranje Boulevard
                   (sekarang Jalan Diponegoro) Jakarta, yang menyatakan bahwa ada
                   surat dari Presiden Sukarno. Mutahar segera menemui Soedjono untuk
                   mengambil surat tersebut, yang isinya ternyata sebuah perintah agar ia
                   segera menyerahkan bendera pusaka tersebut kepada Soedjono, sehingga
                   bisa dibawa ke Bangka.

                       Presiden Sukarno sengaja tidak memerintahkan Mutahar untuk
                   datang ke Bangka dan menyerahkan bendera pusaka itu langsung
                   kepadanya. Ia menggunakan Soedjono sebagai perantara untuk menjaga
                   kerahasiaan perjalanan bendera pusaka dari Jakarta ke Bangka, karena
                   posisinya dalam pengasingan, Presiden Sukarno hanya boleh dikunjungi
                   oleh anggota delegasi Republik Indonesia dalam perundingan dengan
                   Belanda  di  bawah  pengawasan  UNCI  (United  Nations  Committee  for
                   Indonesia). Soedjono adalah salah satu anggota dari delegasi itu. Setelah
                   mengetahui tanggal keberangkatan Soedjono ke Bangka, Mutahar
                   berupaya menyatukan kembali kedua helai kain merah dan putih dengan
                   meminjam mesin jahit tangan milik seorang istri dokter, yang ia sendiri
                   lupa  namanya.  Bendera  pusaka  yang  tadinya  terpisah  dijahitnya  persis
                   mengikuti  lubang  bekas  jahitan  tangan  Ibu  Fatmawati.  Tetapi  sayang,
                   meski dilakukan dengan hati-hati, tak urung terjadi juga kesalahan jahit
                   sekitar 2 cm dari ujungnya.

                       Dengan dibungkus kertas koran agar tidak mencurigakan,
                   selanjutnya bendera pusaka diberikan Mutahar kepada Soedjono untuk
                   diserahkan sendiri kepada Presiden Sukarno. Hal ini sesuai dengan
   19   20   21   22   23   24   25   26   27   28   29