Page 29 - BKSN 2021 (1)
P. 29

“Itu hantu!” sambil berteriak-teriak ketakutan (ay. 26). Teriakan mereka
            itu bukan tanpa alasan. Pertama-tama, mereka mungkin tidak melihat
            dengan jelas muka Yesus, mungkin hanya bayangan saja, lagi pula Yesus
            sedang melakukan hal yang tidak masuk akal (berjalan di atas air). Selain
            itu, para murid hidup pada zaman kuno, di mana kepercayaan takhayul
            tentang adanya hantu atau roh gentayangan adalah hal yang umum, apa-
            lagi peristiwa ini terjadi pada jam tiga dini hari. Selain itu, seruan “hantu”
            mencerminkan kepercayaan populer bahwa roh atau makhluk halus bi-
            asa hidup di laut dan danau. Bisa jadi juga hantu adalah jelmaan dari
            mereka yang tenggelam di dalam air.


            Tenanglah! Aku ini, jangan takut!
                    Ketakutan dan kepanikan para murid yang tidak rasional terse-
            but  kemudian ditanggapi oleh Yesus.  Ia  berkata,  “Tenanglah!  Aku  ini,
            jangan takut!” (ay. 27). Perkataan Yesus ini menarik untuk ditelaah lebih
            mendalam.
                    Tenanglah! Dalam perikop Mat. 8:23-27, diceritakan bahwa Yesus
            menenangkan angin dan danau yang sedang “mengamuk” dengan meng-
            hardiknya. Berbeda dengan itu, dalam perikop ini, Yesus tidak menenang-
            kan angin dan danau, tetapi meminta para murid-Nya agar tenang dalam
            situasi sulit tersebut. Kata “tenanglah” (Yunani: tharseite, arti harfiahnya
            “bersemangatlah”) dapat ditemukan di perikop lain dalam Injil ini untuk
            membesarkan hati orang yang lumpuh (Mat. 9:2) dan perempuan yang
            sakit pendarahan (Mat. 9:22). Ini bukan kata teguran, melainkan kata
            yang memberikan semangat.
                    Aku ini (Yunani: ego eimi). Sekilas, ungkapan ini hanyalah per-
            kataan umum kebanyakan orang ketika memperkenalkan diri mereka.
            Namun, jika ditempatkan dalam kerangka teologi Injil Matius, ungkapan
            “Aku ini” menegaskan aspek keilahian Yesus. Sebelumnya, dengan ber-
            jalan di atas air, Yesus sudah menyatakan diri sebagai Dia yang memiliki
            kuasa ilahi seperti Allah Bapa-Nya. Ungkapan “Aku ini” adalah penegasan
            identitas tersebut. Dia sedang mewahyukan siapa diri-Nya. Apa maksud-
            nya?
                    Bagi pembaca awal Injil Matius, yaitu orang Kristen keturunan
            Yahudi, ungkapan “Aku ini” menggemakan nama ilahi. Dalam Perjanjian
            Lama, ungkapan tersebut muncul khususnya ketika Allah mewahyukan
            diri-Nya kepada orang yang Ia pilih. Dalam Kel. 3:14, misalnya, Tuhan
            memperkenalkan dirinya kepada Musa “AKU ADALAH AKU … Beginilah

                                                      Pertemuan Pertama  27
   24   25   26   27   28   29   30   31   32   33   34