Page 84 - BKSN 2021 (1)
P. 84

ini, jemaat tersebut tampaknya didirikan oleh Epafras (Kol. 1:7), dan tem-
            pat mereka berkumpul adalah di rumah Nimfa (Kol. 4:12-13, 15). Paulus
            rupanya cukup mengenal dengan baik jemaat di kota ini. Sayangnya, ia
            belum pernah mengunjungi mereka. Informasi ini menegaskan bahwa
            jemaat Laodikia merupakan salah satu jemaat yang cukup diperhitung-
            kan dalam Gereja Kristen awal. Meskipun secara material jemaat Lao-
            dikia kaya, dalam hal rohani, mereka masih kurang. Permasalahan inilah
            yang disinggung dengan jelas dalam perikop dari kitab Wahyu yang se-
            dang kita bahas.

            Sang Amin
                    Yesus yang memerintahkan malaikat untuk menuliskan firman-
            Nya kepada jemaat di Laodikia disebut sebagai “Amin, Saksi yang setia
            dan benar, permulaan dari ciptaan Allah” (ay. 14). Di sini Yesus tampil se-
            bagai Dia yang telah bangkit. Dengan tiga sebutan itu, Yesus menegaskan
            bahwa Dia adalah jawaban sekaligus solusi.
                    Yesus menyebut dirinya sebagai “Amin”. Kata ini sangat mudah
            ditemukan dalam Alkitab.  Dalam akar  bahasa  Ibrani,  “amin”  memiliki
            banyak arti, yaitu kuat, stabil, setia, benar, dan pantas dipercaya. Dalam
            Yes. 65:16, misalnya, disebutkan “Allah yang setia”, yang secara harfiah
            tertulis  “Allah  yang  amin”.  Selain  itu,  hampir  semua  doa  diakhiri  de-
            ngan kata “amin”, berfungsi sebagai seruan bahwa apa yang diungkapkan
            adalah sungguh-sungguh jujur dan benar. Dikaitkan dengan peran Yesus,
            dengan menyebut diri-Nya “Amin”, Yesus menegaskan diri-Nya sebagai
            afirmasi dari kebenaran Allah.
                    Sebagaimana  gelar  Kristus,  gelar  “Amin”  menunjukkan  kema-
            hakuasaan Yesus dan keniscayaan akan kepenuhan janji-Nya, sebab kata
            ini digunakan untuk mengakui dan menekankan apa yang benar dan pas-
            ti, atau apa yang penting dan signifikan. Kata “amin” juga dipakai dalam
            rumusan liturgis yang tercatat dalam Perjanjian Lama ketika jemaat atau
            individu menerima keabsahan sebuah sumpah atau kutuk dan konseku-
            ensinya (Bil. 5:22; Ul. 27:15 dst.; Neh. 5:13; Yer. 11:5). Dalam Injil Yohanes,
            penulis Injil mencatat penggunaan kata “amin” oleh Yesus sebanyak dua
            puluh lima kali, yang diterjemahkan, “Sesungguhnya…”
                    Tambahan pula, kata “amin” juga berhubungan dengan gagasan
            finalitas atau kepenuhan. Dengan begitu, gelar sebagai “Amin” menun-
            jukkan bahwa Yesus adalah Dia yang benar dan otoritas yang final (ter-
            akhir),  baik  bagi  kehidupan  setiap  orang  maupun  kehidupan  seluruh

            82    Gagasan Pendukung
   79   80   81   82   83   84   85   86   87   88   89