Page 86 - BKSN 2021 (1)
P. 86

dan  pekerjaan  tersebut,  kita  dapat  menduga  bahwa  jemaat  Laodikia
            menjalani hidup mereka sebagai pengikut Kristus tidak secara total dan
            disiplin. Mereka tampaknya masih berkompromi dengan mentalitas pen-
            duduk kota Laodikia. Istilah yang dipakai untuk menyebut kualitas hidup
            dan pekerjaan jemaat adalah “suam-suam kuku” serta “tidak dingin dan
            tidak panas”.
                    Penulis kitab ini menggunakan istilah “suam-suam kuku” dalam
            kaitannya dengan kualitas air di kota Laodikia. Meskipun kaya, kota ini
            mempunyai permasalahan pada persediaan air yang kurang mencukupi.
            Ladokia menerima air yang dialirkan melalui saluran air (akuaduk) dari
            sumber air yang berada 10 kilometer di sebelah selatan kota. Ketika ma-
            sih berada di mata air, air ini masih dingin. Namun, saat sudah berada
            di kota, air ini tidak panas dan tidak dingin. Sementara itu, kota-kota
            tetangganya, yaitu Hieropolis memiliki sumber air panas (bagus untuk
            mandi), sedangkan Kolose memiliki sumber air dingin (bagus untuk air
            minum).  Hanya  Laodikia yang  memiliki  kualitas air yang  “suam-suam
            kuku”. Air seperti ini dapat membuat perut tidak enak, sehingga terasa
            ingin muntah. Inilah yang membuat penduduk kota mengeluh dan tidak
            puas, teristimewa mereka yang memiliki gaya hidup konsumeris dan he-
            donis.
                    Kualitas air di kota Laodikia ini kemudian dipakai untuk meng-
            gambarkan kualitas hidup rohani jemaat Kristen di situ. Mereka tidak
            serius dan disiplin dalam mempraktikkan hidup Kristen. Mereka masih
            berkompromi dengan gaya  hidup dan  mentalitas  mayoritas  penduduk
            Laodikia. Bagi Kristus, mentalitas hidup yang panas atau dingin masih
            lebih baik daripada suam-suam kuku. Istilah “panas” dan “dingin” di sini
            dapat dimaknai secara simbolis. Kata “panas”, seperti panasnya air yang
            mendidih, menunjuk pada semangat yang bernyala-nyala (bdk. Rm. 12:11).
            Jadi, mempraktikkan cara hidup kristiani harus dijiwai dengan semangat
            yang bernyala-nyala. Sementara itu, kata “dingin” di sini menunjuk pada
            makna kesegaran. Air yang dingin dapat memuaskan dahaga, menyegar-
            kan orang yang lelah, serta membuat otot tegang menjadi rileks. Seperti
            air dingin, cara hidup kristiani pun harus mampu menyegarkan jiwa dan
            kelakuan orang Kristen sendiri, termasuk mereka yang berkontak dengan
            mereka. Rupanya kedua sifat tadi, yaitu bernyala-nyala dan menyegarkan,
            tidak tampak dalam diri jemaat Laodikia. Itu sebabnya, Yesus digambar-
            kan serasa ingin muntah melihat kualitas rohani jemaat yang suam-suam
            kuku itu.

            84    Gagasan Pendukung
   81   82   83   84   85   86   87   88   89   90   91