Page 55 - E-MODUL STUDI AGAMA KONTEMPORER
P. 55

dekat dengan istilah yang digunakan oelh Hasan Hanafi dalam Kiri islam-nya, yaitu

                                                           37
                        melakukan transformasi masyarakat.
                               Tipologi ini sebenarnya bisa dikatakan sebagai representasi dari actor-aktor
                        islam yang pernah merasakan gelapnya  masa depan islam Indonesia ketika Negara

                        demikian represif terhadap umat islam. Tokoh-tokoh islam semacam Imaduddin
                        Abdurrahim, Adi Sasono, Amien Rais, Kuntowijoyo, Fuad Amsyarie, dan A.M.

                        Saefudin sangat paham mengenai kondisi umat islam ketika dibawah rezim orde
                        baru.  Mereka  disebut  sebagai  cendikiawan  muslim  yang  berafiliasi  dengan

                        Masyumi,  yang  oleh  Gusdur  disebut  sebagai  kelompok  cendikiawan  sectarian.

                        Perjuangan  islam  tahun  1970-an  dan  1980-an  dlam  mempertahankan  dan
                        memperluas  cakrawalannya  senantiasa  terhambat  akibat  kecurigaan    yang

                        berlebihan terhadap dari pihak kekuasaan sehingga tuduhan ekstrem kanan terhadap

                                                                        38
                        umat islam sering terdengar (Kuntowijoyo, 1993).
                               Ada tiga aspek  yang dapat  dilihat daro pola pemikiran islam  yang  yang

                        bercorak  liberal-progresif  yang  bersifat  akomodatif-kritis.  Pertama,  islam  tidak
                        boleh berdiri sendiri, sehingga memperhadapkan islam dengan negara. Dalam hal

                        ini pancasila tidak boleh dipertentangkan dengan islam. Pandangan ini didasarkan
                        pada  pemahaman  religi-politik  bahwa  tiap  sila  dalam  pancasila  sejalan  dengan

                        ajaran-ajaran ahama islam. Oleh karena itu, dalam pandangan kelompok ini, tidak

                        penting dan tidak ada alasan bagi para pendukung islam politik untuk meragukan
                        keabsahan  Indonesia  yang  didasarkan  dengan  idiologi  non-agama  (Pancasila).

                        Sebagai implikasi dari pemahaman tersebut, aktifis islam politik tidak diharuskan
                        memperjaangkan islam sebagai dasar Negara untuk mengganti Pancasila. Hal yang

                        lebih penting adalah umat islam memiliki kebebasan dalam menjalankan ajaran

                        agamanya agar tujuan dan cita-cita islam dapat terpenuhi. Oleh karena itu, dalam
                        kelompok ini, cita-cita aktivis islam politik yang akan memformalkan islam harus

                        dilihat kembali, bahkan dikoreksi. Hal itu dikarenakan, nilai-nilai dasar dari setiap
                        sila terbukti tidak ada yang bertentangan  dengan ajaran islam. Dengan pemahaman




                        37 Zuly Qodir, Islam Liberal: Varian-varian Liberal Islam di Indonesia 1991-2002. Yogyakarta
                        :LKIS .2012
                        38 Zuly Qodir, Islam Liberal, hlm.125



                                                              27
   50   51   52   53   54   55   56   57   58   59   60