Page 56 - E-MODUL STUDI AGAMA KONTEMPORER
P. 56
seperti ini, ada kemungkinan bagi umat islam untuk berperan secara lebih besar
39
dalam tatnan politik dan idiologi yang sudah sekarang ini.
Kedua, sepanjang sejarah politik Orde Baru, umat islam belum pernah
berada dalam posisi membangun posisi politik yang kuat, kecuali tahun 1955, itu
pun tidak berlangsung lama. Dalam kondisi seperti ini, umat islam tidak mampu
memainkan perannya dalam bikorasi, bahkan di Departemen Agama. Hal yang
terjadi adalah adannya proses peminggiran sistenatis oleh rezim Orde Baru hinga
aktivis islam politik tidak berkutik. Berdasarkan pemahaman seperti itu, tampaknya
umat islam harus melakukan redifinisi atas perspektif politiknyadihadapan Negara.
Islam dan Negara tidak lagi dianggap musuh. Untuk menghilangkan kesenjangan
antara islam dengan Negara, hal-hal yang perlu dikembangkan menurut kelompok
adalah penghapusan mitos bahwa santri harus berpolitik praktis atau menempatkan
diri sebagai oposan terhadap Negara. Hal yang penting adalah mengembangkan
hubungan baik antara islam dengan Negara sehingga mampu mencitrakandiri
bahwa islam adalah patner Negara, bukan musuh, dalam upaya membangun bangsa
yang berdaulat. Adapun yang perlu dilakukan adalah pengambilan peran oleh elite-
elite muslim untuk turut serta dalam proses pengambilan kebijakan Negara jika
meraka harus masuk dalam lembaga politik dan birokrasi formal. Partisipasi ini
secara tidak langsung akan menghapus kesan bahwa islam adalah musuh Negara.
Jelasnya, sifat akomodatif cendikiawan muslim terhadap negara merupakan
langkah pentinguntuk menjamin terwujudnya cita-cita masyarakat islam dan
menata kehidupan islam dalam rangka tatana sosial-politik dan idiologi yang
diterima secara nasional. Tidak perlu lagi terjadi konfrontasi antara islam dengan
Negara, seperti zaman aktivis islam politik generasi sebelumnya.
40
Ketiga, memulihkan citra islam, terutama aktivis politik muslim, sebagai
musuh Negara. Dengan menampilkan diri secara elegan, komunitas islam tidak
diangap sebagai kelompok yang harus dicurigai oleh Negara. Masuknya beberapa
cendekiawan muslim dalam kabinet Soeharto priode 1992 dan 1997 merupakan
buktinkonkret bahwa cendekiawan muslim dan aktivis islam politik telah
39 Zuly Qodir, Islam Liberal, hlm.127
40 Deliar Noer, 1982; Zuly Qodir, Islam liberal, hlm. 128
28