Page 134 - [210126] Laporan Akhir Riset Active Defense (Book View)
P. 134

Temuan dan Analisis                                                                                                                                                                                    Temuan dan Analisis




         narkotika  yang  berpotensi  menjadi  calon  perehab.  Fakta bahwa  posisi  penyalahguna                                        Pada sisi lain, Ditjen Lapas masih harus sibuk menanggapi berbagai stigma negatif

         murni/  pecandu  narkotika  selalu  masuk  ke  jalur  peradilan  pidana/pemidanaan  adalah                                terhadapnya  terkait jaringan  peredaran narkotika dari dalam Lapas, dan  belum  lagi
         dikarenakan mahalnya biaya rehabilitasi yang harus ditempuh—dan bahkan cenderung                                          over-capacity  yang selalu menjadi problematisasi perenial bagi sektor Lapas. Dengan
         dipertahankan  secara  status  quo  dengan  alasan ketidakcukupan  bujet  anggaran. Ada                                   rekomendasi rehabilitasi secara menyeluruh  (dari proses penawaran dan  pemberian

         kebingungan  birokratik  yang  menyelimuti  dimensi  penganggaran  rehabilitasi  tersebut,                                rekomendasi terhadap penyalahguna/ pecandu narkotika, kemudian eksekusi rehab yang
         dan akhirnya secara kasat mata juga tampak pada saat memetakan komponen-komponen                                          terencana dengan baik dalam hal kecukupan finansial/bujet/anggaran; ketersediaan biaya/
         pembiayaan—semisal: apa saja yang menyebabkannya menjadi mahal, terutama pada                                             anggaran yang mencukupi bagi per individu peserta rehab, sampai dengan berakhirnya

         faktor-faktor pendanaan apa saja yang paling signifikan untuk menelusuri mahalnya biaya                                   durasi rehabilitasi yang ditentukan, dan pembebanan sistem dan mekanisme pasca rehab
         rehab.                                                                                                                    terhadap eks penyalahguna/pecandu narkotika), maka sebetulnya pihak Lapas tidak perlu

               Peristiwa berulang pun selalu terjadi, bahkan ketika TAT—baik analis medis maupun                                   khawatir lagi dengan keruwetan yang terjadi di Lapas, pun yang demikian akan mengurangi
         hukum—menyarankan rehabilitasi, maka yang terjadi adalah deadlock di level keluarga                                       dampak kongkalikong antara oknum penjaga Lapas dengan narapidana narkotika yang

         penyalahguna/pecandu/ calon peserta rehab yang merasa ‘keberatan’ atau tidak mampu                                        berpotensi besar mengontrol jalannya peredaran narkotika dari balik jeruji besi.
         secara finansial, dan akhirnya harus ‘menyerah lagi’ kepada rekomendasi lainnya, yakni                                          Deputi  Dayamas, dalam  wawancara mendalam  pernah  juga  mengatakan  bahwa
         via jalur hukum/pemidanaan narkotika. Namun demikian, logika problem ini bisa saja                                        justru peredaran paling  tinggi  berada di dalam Lapas, dikontrol dari balik penjara.

         dibalik  menjadi:  Pemerintah  belum  siap  dan  menganggap  serius—dengan  berbagai                                      Alasannya adalah, karena seorang bandar akan lebih mudah dan aman ketika melakukan
         catatan dan  alasan  terkait rasionalisasi  bujet  anggaran—dengan  perluasan/pengayaan                                   pengontrolan di dalam penjara dikarenakan dirinya merasa tidak akan dihukum “yang

         sarpras,  teknologi,  dan  SDM  rehabilitasi.  Akibatnya  penawaran  hasil  asesmen  TAT                                  kedua kalinya”–semisal jika dihukum seumur hidup pun maka hukuman tersebut akan
         kepada rehabilitasi seolah hanya dilakukan di permukaan atau sebatas performativitas                                      semakin memompanya untuk melakukan dan mengendalikan peredaran dari penjara,
         yang prosedural semata, namun pada kenyataannya hampir tidak menyentuh substansi                                          karena dirinya yakin bahwa tidak akan ada lagi kesempatan untuknya selain terus menggali

         rehabilitasi  sebagai  suatu  alat pencegahan/penurunan  peredaran  narkotika  yang  bisa                                 kekayaan melalui peredaran narkoba—yang hasilnya bisa digunakan  secara  maksimal
         diukur performa penurunannya secara efektif jika dibandingkan seorang penyalahguna/                                       untuk menghidupi keluarganya).
         pecandu narkotika dilimpahkan kepada proses pemidanaan.                                                                         Tidak cukup merekomendasikan bahwa “penjara bukanlah pilihan untuk menurunkan

               Usaha APH dalam hal merekomendasikan rehabilitasi terhadap penyalahguna akan                                        angka peredaran narkoba”, pencegahan lewat rehabilitasi harus “dihidupkan nilai lebih
         menjadi  hal  yang  sia-sia  apabila  tidak  didukung  oleh  kemapanan  finansial,  dan  upaya                            dan  urjensinya”,  dan  yang  terpenting  adalah—sebelum  semuanya  justru  dinilai  sia-sia

         terukur untuk mengangkat secara  matang tema rehabilitasi sebagai efek pencegahan                                         karena  dilakukan  setengah-setengah—mampu  dimunculkannya  secara  cepat  terkait
         yang efektif. Di samping itu, kondisi pemidanaan yang berakhir kepada kurungan penjara                                    bukti  pencegahan  yang  menyatakan bahwa  angka  peredaran bisa lebih  efektif  turun

         akan semakin menambah jumlah  perkara yang  harus ditangani pada  level  Pengadilan                                       melalui rehabilitasi, dengan  harapan dapat  menunjukkan  kepada  masyarakat bahwa
         Negeri  (Putusan  Pertama),  Pengadilan  Tinggi  (Putusan  Banding),  Mahkamah  Agung                                     penanggulangan masalah narkoba yang efektif bukanlah dengan aksi tembak-tembakan
         (Kasasi),  dan  Mahkamah  Agung  (Peninjauan  Kembali/PK),  sehingga  imbasnya  jumlah                                    dan kejar-kejaran semata, melainkan dengan rehabilitasi.

         penumpukan di kamar perkara Mahkamah Agung akan semakin besar hanya untuk kasus
         Narkotika dan Psikotropika (dalam rentang waktu 2012-2020, jumlah perkara yang masih
         ‘register’, dan terdaftar ‘putus’ yang dirilis oleh Direktori Putusan Mahkamah Agung adalah

         sebanyak 198.887 buah). Kelebihan/penumpukan kamar perkara di MA akan berimbas
         penumpukan yang sama di instansi yang lain, seperti Kejaksaan, dan juga tentunya Ditjen
         Lapas, Kemenkumham.





            120     Laporan Akhir Desain Strategi Pertahanan Aktif (Active Defense)                                                                               Laporan Akhir Desain Strategi Pertahanan Aktif (Active Defense)   121
                                                                                                                                                                                  Dalam Pencegahan Peredaran Gelap Narkotika
                    Dalam Pencegahan Peredaran Gelap Narkotika
   129   130   131   132   133   134   135   136   137   138   139