Page 135 - [210126] Laporan Akhir Riset Active Defense (Book View)
P. 135
Temuan dan Analisis Temuan dan Analisis
narkotika yang berpotensi menjadi calon perehab. Fakta bahwa posisi penyalahguna Pada sisi lain, Ditjen Lapas masih harus sibuk menanggapi berbagai stigma negatif
murni/ pecandu narkotika selalu masuk ke jalur peradilan pidana/pemidanaan adalah terhadapnya terkait jaringan peredaran narkotika dari dalam Lapas, dan belum lagi
dikarenakan mahalnya biaya rehabilitasi yang harus ditempuh—dan bahkan cenderung over-capacity yang selalu menjadi problematisasi perenial bagi sektor Lapas. Dengan
dipertahankan secara status quo dengan alasan ketidakcukupan bujet anggaran. Ada rekomendasi rehabilitasi secara menyeluruh (dari proses penawaran dan pemberian
kebingungan birokratik yang menyelimuti dimensi penganggaran rehabilitasi tersebut, rekomendasi terhadap penyalahguna/ pecandu narkotika, kemudian eksekusi rehab yang
dan akhirnya secara kasat mata juga tampak pada saat memetakan komponen-komponen terencana dengan baik dalam hal kecukupan finansial/bujet/anggaran; ketersediaan biaya/
pembiayaan—semisal: apa saja yang menyebabkannya menjadi mahal, terutama pada anggaran yang mencukupi bagi per individu peserta rehab, sampai dengan berakhirnya
faktor-faktor pendanaan apa saja yang paling signifikan untuk menelusuri mahalnya biaya durasi rehabilitasi yang ditentukan, dan pembebanan sistem dan mekanisme pasca rehab
rehab. terhadap eks penyalahguna/pecandu narkotika), maka sebetulnya pihak Lapas tidak perlu
Peristiwa berulang pun selalu terjadi, bahkan ketika TAT—baik analis medis maupun khawatir lagi dengan keruwetan yang terjadi di Lapas, pun yang demikian akan mengurangi
hukum—menyarankan rehabilitasi, maka yang terjadi adalah deadlock di level keluarga dampak kongkalikong antara oknum penjaga Lapas dengan narapidana narkotika yang
penyalahguna/pecandu/ calon peserta rehab yang merasa ‘keberatan’ atau tidak mampu berpotensi besar mengontrol jalannya peredaran narkotika dari balik jeruji besi.
secara finansial, dan akhirnya harus ‘menyerah lagi’ kepada rekomendasi lainnya, yakni Deputi Dayamas, dalam wawancara mendalam pernah juga mengatakan bahwa
via jalur hukum/pemidanaan narkotika. Namun demikian, logika problem ini bisa saja justru peredaran paling tinggi berada di dalam Lapas, dikontrol dari balik penjara.
dibalik menjadi: Pemerintah belum siap dan menganggap serius—dengan berbagai Alasannya adalah, karena seorang bandar akan lebih mudah dan aman ketika melakukan
catatan dan alasan terkait rasionalisasi bujet anggaran—dengan perluasan/pengayaan pengontrolan di dalam penjara dikarenakan dirinya merasa tidak akan dihukum “yang
sarpras, teknologi, dan SDM rehabilitasi. Akibatnya penawaran hasil asesmen TAT kedua kalinya”–semisal jika dihukum seumur hidup pun maka hukuman tersebut akan
kepada rehabilitasi seolah hanya dilakukan di permukaan atau sebatas performativitas semakin memompanya untuk melakukan dan mengendalikan peredaran dari penjara,
yang prosedural semata, namun pada kenyataannya hampir tidak menyentuh substansi karena dirinya yakin bahwa tidak akan ada lagi kesempatan untuknya selain terus menggali
rehabilitasi sebagai suatu alat pencegahan/penurunan peredaran narkotika yang bisa kekayaan melalui peredaran narkoba—yang hasilnya bisa digunakan secara maksimal
diukur performa penurunannya secara efektif jika dibandingkan seorang penyalahguna/ untuk menghidupi keluarganya).
pecandu narkotika dilimpahkan kepada proses pemidanaan. Tidak cukup merekomendasikan bahwa “penjara bukanlah pilihan untuk menurunkan
Usaha APH dalam hal merekomendasikan rehabilitasi terhadap penyalahguna akan angka peredaran narkoba”, pencegahan lewat rehabilitasi harus “dihidupkan nilai lebih
menjadi hal yang sia-sia apabila tidak didukung oleh kemapanan finansial, dan upaya dan urjensinya”, dan yang terpenting adalah—sebelum semuanya justru dinilai sia-sia
terukur untuk mengangkat secara matang tema rehabilitasi sebagai efek pencegahan karena dilakukan setengah-setengah—mampu dimunculkannya secara cepat terkait
yang efektif. Di samping itu, kondisi pemidanaan yang berakhir kepada kurungan penjara bukti pencegahan yang menyatakan bahwa angka peredaran bisa lebih efektif turun
akan semakin menambah jumlah perkara yang harus ditangani pada level Pengadilan melalui rehabilitasi, dengan harapan dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa
Negeri (Putusan Pertama), Pengadilan Tinggi (Putusan Banding), Mahkamah Agung penanggulangan masalah narkoba yang efektif bukanlah dengan aksi tembak-tembakan
(Kasasi), dan Mahkamah Agung (Peninjauan Kembali/PK), sehingga imbasnya jumlah dan kejar-kejaran semata, melainkan dengan rehabilitasi.
penumpukan di kamar perkara Mahkamah Agung akan semakin besar hanya untuk kasus
Narkotika dan Psikotropika (dalam rentang waktu 2012-2020, jumlah perkara yang masih
‘register’, dan terdaftar ‘putus’ yang dirilis oleh Direktori Putusan Mahkamah Agung adalah
sebanyak 198.887 buah). Kelebihan/penumpukan kamar perkara di MA akan berimbas
penumpukan yang sama di instansi yang lain, seperti Kejaksaan, dan juga tentunya Ditjen
Lapas, Kemenkumham.
120 Laporan Akhir Desain Strategi Pertahanan Aktif (Active Defense) Laporan Akhir Desain Strategi Pertahanan Aktif (Active Defense) 121
Dalam Pencegahan Peredaran Gelap Narkotika
Dalam Pencegahan Peredaran Gelap Narkotika