Page 168 - [210126] Laporan Akhir Riset Active Defense (Book View)
P. 168
Rekomendasi Rekomendasi
menyandera program-program ini tidak dapat berjalan dengan mulus: mayoritas karena 1.) Menyelenggarakan events kenarkotikaan skala kawasan di dalam negeri yang
keterbatasan (disengaja atau tidak, disadari atau tidak) para petugas dan pejabatnya, mengundang seluruh negara di kawasan. Even-even ini bisa dimulai dari sekedar
dan kemudian karena hambatan biaya. Solusi intuitifnya tentu saja adalah memperkuat seminar soal tantangan kejahatan narkotika di kawasan, atau soal tantangan
pengawasan dan insentif di satu sisi, dan di sisi lain adalah meningkatkan bujet anggaran. prevalensi penyalahgunaan di kalangan anak muda di kawasan, dsb. Intinya adalah
Permasalahan kemudian yang muncul adalah bagaimana mengamplifikasi ini semua skala kawasan di sini.
mengingat keterbatasan sumber daya di dalam negeri. Opsi yang muncul kemudian 2.) BNN perlu lebih aktif berkomentar (talkative) untuk isu-isu narkotika di dunia, dan
adalah mengeksplorasi kemungkinan dari luar negeri. terutama di kawasan. Aktif berkomentar ini disampaikan melalui outlet media yang
Pertama adalah regionalisasi P4GN. Regionalisasi yang dimaksud adalah juga di skala kawasan seperti Strait Times, The Diplomat, East Asia Forum, Nikkei
membawa, membingkai, dan mengorientasikan program-program P4GN (dan program Asia, Asia Times, dst. Komentar bisa disampaikan melalui tulisan-tulisan di kolom
dan kebijakan BNN) ke dalam wawasan regional Asia Tenggara. Ide dasarnya adalah opini. Bisa juga dengan menggelar rilis dan konferensi pers. Pula jangan dilupakan
bahwa menghimpun dukungan, kekuatan, dan modalitas-modalitas yang ada di kawasan untuk selalu mengundang media-media internasional ini untuk meliput program-
adalah faktor penting untuk bisa menanggulangi persoalan narkotika di kawasan, yang program BNN dalam konteks P4GN. Eksposur kawasan dan internasional adalah
notabene secara signifikan mempengaruhi magnitude persoalan narkotika di dalam negeri. tujuan dari jalur ini.
Regionalisasi yang dimaksud adalah meningkatkan konstituensi isu P4GN menjadi 3.) Delegasi-delegasi pemerintah Indonesia perlu untuk selalu konsisten membawa dan
tidak hanya perhatian (concern) nasional, melainkan perhatian di kawasan. Hal ini menyentuh isu kenarkotikaan dan P4GN dalam semangat Pertahanan Aktif di setiap
juga berarti mengarahkan pembingkaian isu narkotika di kawasan ke dalam langgam forum-forum internasional yang dihadirinya. Baik itu forum presidensial, forum
P4GN, lebih khususnya ke dalam langgam strategi Pertahanan Aktif. Catatan kaki di sini, ministerial, maupun forum pertemuan senior officers (SOM). Hal ini untuk mengirim
dalam praktiknya, saat meregionalisasi isu ini ke tingkat kawasan Asia Tenggara, nama sinyal kepada dunia bahwa bukan hanya Indonesia serius untuk menanggulangi
dari P4GN tidak harus selalu dipertahankan; ia bisa diganti dengan nama lain yang bisa persoalan narkotika, melainkan juga terlebih lagi Indonesia siap untuk mengambil
mewakili aspirasi negara-negara lain. Namun yang krusial harus dikawal adalah prinsip, tampuk kepemimpinan untuk ini. (Catatan tebal: kepemimpinan di sini tidak
marwah, dan semangatnya, yaitu Pertahanan Aktif. sebaiknya diartikan sebagai keketuaan [chairmanship] dalam artian formal; kami
Ada empat jalur yang bisa dilakukan dalam rangka regionalisasi P4GN. Namun lebih merekomendasikan memaknai ‘kepemimpinan’ ini ala Ki Hajar Dewantara—
penting ditandaskan terlebih dahulu, prinsip ASEAN Way dan nilai-nilai Asia dalam ”ing ngarso sung tulodo [teladan], ing madyo mbangun karso [semangat].”)
diplomasi dan hubungan internasional penting untuk selalu dijaga: menjunjung tinggi 4.) Selalu mengupayakan inisiasi kerjasama atau kegiatan bersama berskala kawasan
kedaulatan ketimbang intervensi berbasis sanksi; kerjasama inkremental ketimbang “big dengan dimulai dari people-to-people (P-to-P), namun harus dikawal sampai
reform”; 214 berangkat dari isu/inisiatif yang cenderung low politics, ketimbang langsung berbuah kerjasama government-to-government (G-to-G) yang kongkrit. Artinya, dalam
ke high-politics; hubungan kultural-informal, ketimbang legal-formal; dan alih-alih merancang program, ia harus dibuatkan struktur inkrementalnya (bertahap): dari
multilateralisme, jalur yang harus ditempuh adalah apa yang belakangan banyak disebut berbasis-masyarakat sampai ke pemerintah/minilateral. Fungsi strategis dari P-to-P
sebagai ‘minilateralisme’ (forum informal antara dua negara atau lebih). 215 Dengan di sini adalah sebagai pintu masuk menuju G-to-G.
berpegang pada prinsip-prinsip ASEAN Way ini, keempat jalur ini bisa dipertimbangkan: Keempat jalur ini tentunya akan membutuhkan materi dan substansi yang hendak
diregionalisasikan, baik itu berupa ide/gagasan maupun program. Ide, gagasan dan
program ini yang di bagian berikutnya akan dibahas dalam bentuk enam paket ide. Namun
untuk sampai di sini, harapannya dapat dilihat lintasan apa saja yang bisa ditempuh
214 Suisheng Zhao, “From Soft to Structured Regionalism: Building Regional Institutions in the Asia–Pacific,” Journal of Global Policy
and Governance 2, no. 2 (5 November 2013): 145–66. dalam rangka meningkatkan skala konstituensi isu narkotika dalam langgam P4GN yang
215 Vannarith Chheang, “Minilateralism in Southeast Asia: Facts, opportunities and risks,” in Minilateralism in the Indo-Pacific: The Quad-
rilateral Security Dialogue, Lancang-Mekong Cooperation Mechanism, and ASEAN, ed. oleh Bhubhindar Singh dan Sarah Teo (Abingdon, Oxon; berbasiskan Pertahanan Aktif ke tataran kawasan.
New York, NY: Routledge, 2020), 103–19.
154 Laporan Akhir Desain Strategi Pertahanan Aktif (Active Defense) Laporan Akhir Desain Strategi Pertahanan Aktif (Active Defense) 155
Dalam Pencegahan Peredaran Gelap Narkotika
Dalam Pencegahan Peredaran Gelap Narkotika