Page 202 - PENGAYAAN MATERI SEJARAH
P. 202
Pengayaan Materi Sejarah
kabinet tanpa PNI. Kursi Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan
dipegang Burhanuddin Harahap, sedangkan dua Wakil Perdana Menteri
masing-masing dijabat oleh Djanu (Janu) Ismadi dari PIR Hazairin dan
Harsono Tjokroaminoto (Cokroaminoto) dari PSII. Partai-partai lain yang
diikutsertakan adalah NU, PSI, Katolik, PRN, Parindra, PRI, Fraksi
Demokrat, dan Partai Buruh (Wipolo, 1976: 43).
Program kabinet sebagaimana telah dijanjikan adalah
melaksanakan pemilihan umum tanggal 29 September 1955 sesuai
pengumuman Panitia Pemilihan Umum. Golongan oposisi mendesak
agar pemilihan umum dilaksanakan secepat mungkin. Dalam kabinet
ada yang menghendaki agar pemilihan umum ditunda karena persiapan
belum selesai, tetapi ada pula yang menuntut agar pemilihan umum
tetap dilaksanakan pada waktu yang telah ditetapkan.
Pada tanggal 29 September 1955 dilaksanakan pemilihan umum
untuk memilih anggota DPR. Pemilihan umum untuk memilih anggota
Konstituante diselenggarakan tanggal 15 Desember 1955. Suasana
menghadapi pemilihan anggota Konstituante lebih tenang dari pada
ketika menghadapi pemilihan umum untuk anggota DPR. Kedua Pemilu
tersebut menunjukkan partisipasi pemilih yang sangat tinggi. Hampir
90% pemilih yang terdaftar memberikan suara.
Sementara itu, dalam pemerintahan terjadi ketidaktenangan
karena banyak mutasi dilakukan di beberapa kementerian. Hal tersebut
merupakan salah satu faktor adanya desakan agar PM Burhanuddin
Harahap mengembalikan mandat kepada presiden. Pada tanggal 3
Maret 1956 kabinet Burhanudin Harahap jatuh.
3.3.2. Kabinet Setelah Pemilihan Umum 1955
Setelah DPR terbentuk pada tanggal 20 Maret 1956 dan dilantik
oleh kepala negara (berjumlah 272 orang), disusun kabinet. Dari
imbangan partai-partai dalam DPR, maka kabinet yang akan dibentuk
harus merupakan kabinet koalisi. Ali Sastroamijoyo dari PNI ditunjuk
presiden sebagai formatir. Penunjukannya berdasarkan pertimbangan
karena PNI telah mendapat kelebihan suara 530.767 dibandingkan
dengan Masyumi. Di DPR kedua partai itu sama-sama mempunyai 57
kursi. (Wilopo, 1976: 57).
Pembentukan kabinet pasca pemilu ini sangat lancar,
dibandingkan dengan pembentukan kabinet sebelum pemilu. Formatur
mengadakan hearing dengan partai-partai yang diduga bersedia duduk
dalam kabinet. Kabinet yang akan dibentuk adalah kabinet koalisi. PNI
190