Page 208 - PENGAYAAN MATERI SEJARAH
P. 208
Pengayaan Materi Sejarah
itu akan dilaksanakan tanggal 24 Januari 1950, tetapi tercium oleh
aparat intelijen. Sultan Hamid Algadrie ditangkap kemudian dijatuhi
hukuman penjara selama 10 tahun (Prijadi, 2003: 94-95). Westerling
pada tanggal 22 Februari 1950 meninggalkan Indonesia. Setelah
perginya Westerling para pengikutnya menjadi bubar (Sujono, 2008:
349).
3.4.2. Peristiwa Andi Azis
Peristiwa kedua terhadap pemerintah RIS dilakukan oleh Kapten
Andi Azis, seorang bekas Ajudan Presiden NIT. Pada tanggal 30 Maret
1950 Andi Azis bersama satu kompi pasukan KNIL di bawah
komandonya menggabungkan diri ke dalam APRIS dalam upacara di
depan Letnan Kolonel A.J. Mokoginta, Komandan Teritorium Indonesia
Timur (Santoso, 2004: 96).
Untuk menjaga keamanan di Sulawesi Selatan, Pemerintah RIS
mengirimkan pasukan APRIS yang berasal dari TNI yaitu Batalyon
Worang. Batalyon ini ada di bawah pimpinan Mayor Worang. Kesatuan
tersebut telah berada di luar pelabuhan Makassar. Di sana kapal
Waikelo dan Bontekoe yang memuat Batayon Worang beserta
keluarganya telah tiba tanggal 5 April 1950. Akan tetapi ada peringatan
dari darat supaya kedua kapal tersebut jangan masuk pelabuhan.
Setelah bertanya-tanya dan melihat ke darat, ternyata pasukan Andi Azis
telah berjaga-jaga pakai bren carrier, senjata mitraliyur dan meriam
yang diarahkan ke laut. Ancaman itu menyebabkan Batalyon Worang
bertahan selama beberapa hari di atas kapal (Santoso, 2004: 98).
Sementara itu berita datangnya pasukan APRIS tersebut
mengkhawatirkan pasukan bekas Koninklijke Nederlands Indie Leger
(KNIL) yang takut akan terdesak oleh pasukan baru yang akan datang
itu. Mereka kemudian bergabung dan menamakan diri sebagai
“Pasukan Bebas” di bawah pimpinan Kapten Andi Azis.
Tanggal 5 April 1950 pukul 05.00 pagi Andi Aziz dan
pasukannya dibantu pasukan Koninklijke Leger (KL) dan pasukan KNIL
secara tiba-tiba menyerang markas APRIS di Makassar. Kekuatan mereka
jauh melebihi kekuatan APRIS setempat, karena itu mereka dengan
mudah menguasai kota Makassar. Beberapa orang prajurit APRIS/TNI
jatuh menjadi korban dan beberapa perwira ditangkap termasuk Letnan
Kolonel Mokoginta ditawan, tetapi tidak lama kemudian dibebaskan
(Santoso, 2004: 97).
196