Page 212 - PENGAYAAN MATERI SEJARAH
P. 212
Pengayaan Materi Sejarah
akan turut menumpas pemberontakan tersebut bersama APRIS.
Kemudian di setiap kota di Jawa dan Sumatera masyarakat Maluku yang
menentang RMS mengadakan rapat-rapat. Organisasi-organisasi mereka
mengadakan federasi-federasi untuk menyatakan ketidaksetujuan
mereka terhadap RMS (Leirissa, 1975: 178).
Selain itu tokoh-tokoh Maluku dalam basdan-badan pemerintah
pusat juga bertindak. Pada tanggal 26 April 1950 dr. Leimena
memutuskan untuk menemui pihak pemberontak dan mencoba
mengadakan perundingan. Selain itu juga Ir. M. Putuhena yang waktu
itu sebagai Direktur Jendral Kementerian Pekerjaan Umum menyatakan
akan turut serta. A.M. Pellaupessy yang menjabat sebagai Ketua Senat
RIS demikian pula. Pada tanggal 27 April 1950 mereka bertolak ke
Surabaya untuk menjemput dr. Rehatta yang akan turut serta. Mereka
kemudian menuju Makassar.
Misi Leimena tiba di teluk Ambon tanggal 30 April 1950.
Mereka hanya bertemu dengan Syahbandar Ambon yang ditugasi kaum
pemberontak untuk membawa sepucuk surat. Dalam surat itu dikatakan
bahwa sebelum berunding, pemerintah RI harus mengakui RMS. Hal ini
ditolak oleh dr. Leimena. Ia datang tidak sebagai utusan pemerintah
tetapi atas kemauan sendiri sebagai seorang putra daerah. Namun
uluran tangannya tetap ditolak.
Ketika APRIS sedang mengadakan blokade terhadap Pulau
Ambon, masyarakat Maluku di luar Maluku juga berusaha mencari jalan
penyelesaian secara damai untuk menghindari pertumpahan darah.
Pada tanggal 12 dan 13 Juni 1950 mereka mengadakan Konferensi
Maluku di Semarang yang kedua, maksudnya untuk mengatasi situasi
yang kritis. Sembilan organisasi masyarakat Maluku yang mempunyai
cabang-cabang di seluruh kota-kota besar di Jawa dan Sumatra,
berkumpul. Setelah melakukan perundingan dibuat suatu resolusi yang
ditujukan kepada pemerintah RIS melalui dr. Leimena, Ir. Putuhena, dr.
Rehatta, dan A.M. Pellaupessy. Selain itu mereka memutuskan untuk
membentuk suatu utusan persabatan guna menemui kaum
pemberontak di Ambon. Isi resolusi itu antara lain: (1) Agar Maluku
diberi otonomi yang luas sebagai syarat penyelesaian; (2) Agar
Pemerintah Belanda segera didesak untuk melucuti kesatuan-
kesatuannya; (3) Agar Pemerintah RIS menyokong kepergian utusan-
utusan masyarakat Maluku untuk menemui kaum pemberontak.
Sebagai kelanjutan dari konferensi tersebut, J.D. Syaranamual
(tokoh legislatif RI), dan M. Kolibonso (tokoh pemuda Surabaya) pergi
200