Page 209 - PENGAYAAN MATERI SEJARAH
P. 209

Untuk  menghadapi  pemberontakan  tersebut  tanggal  7  April
                1950  pemerintah  memutuskan  untuk  mengirim  pasukan  ekspedisi  ke
                Sulawesi  di  bawah  pimpinan  Kolonel  A.E.  Kawilarang.  Esok  harinya,
                pemerintah  mengultimatum  Andi  Azis  agar  dalam  waktu  2  x  24  jam
                melaporkan    diri   ke   Jakarta   untuk   mempertanggungjawabkan
                perbuatannya. Ia juga diperintahkan untuk mengonsinyasi pasukannya,
                mengembalikan senjata-senjata yang mereka rampas dan membebaskan
                semua  tawanan.  Ultimatum  itu  ditanggapi  Andi  Azis  setelah  batas
                waktu terlampaui. Ia akan ke Jakarta tanggal 13 April. Akan tetapi atas
                desakan  Soumokil,  janji  itu  diingkarinya  dan  karena  itu  ia  dianggap
                pemberontak.  Ia  kemudian  menyerahkan  diri  kepada  Letnan  Kolonel
                Mokoginta  kemudian  dibawa  ke  Jakarta  tanggal  15  April  1950  untuk
                diadili.
                        Tanggal  26  April  pasukan  ekspedisi  di  bawah  Kolonel  A.E.
                Kawilarang  mendarat  di  pantai  timur,  tenggara,  dan  barat  Sulawesi
                Selatan.  Pasukan  berkekuatan  12.000  personil  membawa  dua  tank
                pendarat  dan  mengerahkan  dua  pesawat  pengebom  B-25  Mitchell.
                Markas  APRIS  ditempatkan  di  Makassar.  Di  samping  Angkatan  Darat,
                Angkatan  Laut,  dan  Angkatan  Udara,  kepolisian  pusat  di  Jakarta  juga
                mengerahkan dua kompi Mobiele Brigade (Mobbrig) yang berasal dari
                Jawa Timur.
                        Sementara  itu,  pada  tanggal  18  April  1950  Batalyon  Worang
                yang bertahan di atas kapal dengan dikawal oleh dua Korvet ALRIS yaitu
                Korvet  “Banteng”  dan  “Hang  Tuah”  menuju  Jeneponto.  Keesokan
                harinya,  pagi-pagi  subuh,  mereka  sudah  berada  di  depan  Jeneponto
                kemudian mendarat (Santoso, 2004: 99).
                        Dengan datangnya pasukan ekspedisi ini keamanan di Makassar
                dapat  dipulihkan.  Namun  situasi  aman  itu  tidak  berlangsung    lama
                sebab  di  dalam  kota  masih  ada  pasukan  KNIL  dan  KL.  Antara  pasukan
                APRIS/TNI  dan  KNIL-KL  sering  terjadi  pertempuran.  Pertempuran  itu
                terjadi  pada  tanggal  15  Mei  1950  kemudian  diadakan    perundingan.
                Dua setengah bulan kemudian pertempuran terjadi lagi pada tanggal 5
                Agustus  1950  ketika  Markas  Staf  Brigade  Mataram  secara  tiba-tiba
                diserang  oleh  pasukan  KNIL-KL.  Mereka  dapat  dipukul  mundur  ke
                tangsinya  masing-masing.  Kemudian  diadakan  serangan  umum  oleh
                pasukan APRIS dengan mengikutsertakan unsur-unsur infanteri, artileri,
                kekuatan  udara,  dan  kekuatan  laut.  Menyadari  akan  kedudukannya
                yang  sangat  kritis,  pada  tanggal  8  Agustus  1950  pihak  KNIL-KL  minta
                berunding. Perundingan diadakan antara antara Kolonel Kawilarang



                                                                                 197
   204   205   206   207   208   209   210   211   212   213   214