Page 213 - PENGAYAAN MATERI SEJARAH
P. 213

ke  Makassar  untuk  mempersiapkan  pengiriman  perutusan  tersebut.
                Mereka  yang  dipilih  sebagi  utusan  adalah  Pendeta  Syahaya,  Pendeta
                Sapulete,  J.  Ferdinandus,  J.  Tanasale,  dan  K.  Kailola.  Misi  ini  ternyata
                tidak  dapat  meneruskan  perjalanan  karena  pada  tanggal  16  Juli  APRIS
                mulai memblokade Ambon.
                        Dalam  bulan  September  1950  pemerintah  berusaha  menemui
                kaum pemberontak. Pemerintah masih berusaha untuk menyelesaikan
                dengan  cara  damai.  Dr.  Rehatta  (Kepala  Pemerintahan  Sementara  di
                Maluku  Selatan)  ditugaskan  untuk  menemui  Soumokil.  Karena  usaha-
                usaha ini belum juga berasil, pemerintah mengirimkan lagi dr. Leimena.
                Akan tetapi semua usaha persuasif gagal. Kemudian, tidak ada jalan lain
                bagi  pemerintah  untuk  mempertahankan  kesatuan  nasional  Indonesia
                dengan kekuatan senjata. (Leirissa, 1975: 178-180).
                        Setelah segala usaha untuk menyelesaikan persoalan RMS secara
                damai  gagal,  maka  Pemerintah  RIS  terpaksa  mempergunakan
                kekerasan.  Pasukan  pemberontak  berintikan  kesatuan-kesatuan
                komando  dan  para  sejumlah  2.000  orang  dibantu  kesatuan-kesatuan
                polisi  istimewa  yang  dibentuk  Soumokil.  Kemudian  diperluas  dengan
                pengerahan  tenaga-tenaga  pemuda  setempat.  Persenjataan  mereka
                adalah  persenjataan  KNIL  yang  tidak  ditarik  oleh  Pimpinan  Militer
                Belanda  di  Indonesia  ketika  kesatuan-kesatuan  di  Maluku  Tengah  itu
                menyatakan diri keluar dari KNIL dan bergabung dengan RMS (Leirissa,
                1975: 200).
                        Pasukan  APRIS  terdiri  atas  batalyon-batalyon  TNI.  Operasi
                dimulai  tanggal  14  Juli  1950  dan  berakhir  dengan  dibebaskannya  kota
                Ambon  pada  tanggal  8  November  1950.  Pimpinan  RMS  berhasil
                melarikan diri ke Pulau Seram. Sejak itu RMS melakukan perlawanan di
                Pulau  Seram.  Dalam  bulan-bulan  berikutnya  beberapa  pimpinan  RMS
                yaitu  Manusama  (presiden),  Wairisal  (perdana  menteri),  Gaspers
                (menteri  dalam  negeri)  dan  lain-lain  tertawan  di  Pulau  Seram.  Ir.
                Manusama meninggalkan teman-teman seperjuangannya dan melarikan
                diri ke Negeri Belanda. Dr. Soumokil kemudian tertangkap, diadili oleh
                Mahkamah Militer  Luar  Biasa dan  dijatuhi  pidana mati (Leirissa, 1975:
                201).
                        Pembebasan rakyat di pedalaman Seram sukar karena beberapa
                suku  di  pulau  itu  ditunggangi  oleh  sisa-sisa  RMS  untuk  bertindak
                sebagai  perisai  mereka.  Angkatan  perang  terpaksa  bertindak  secara
                lambat dalam operasi-operasinya. Akan tetapi akhirnya seluruh Maluku
                Tengah pada awal tahun 1960-an aman kembali. Dalam operasi-operasi



                                                                                 201
   208   209   210   211   212   213   214   215   216   217   218