Page 216 - PENGAYAAN MATERI SEJARAH
P. 216
Pengayaan Materi Sejarah
mematuhinya dan menyatakan sumpah setia kepada RI pada tanggal 1
Agustus 1962. (Dijk, 1987: 114).
Kartosuwiryo sendiri dijatuhi hukuman mati sesudah
disidangkan selama tiga hari pada tanggal 14 - 16 Agustus 1962 oleh
Mahkamah Angkatan Darat dalam Keadaan Perang untuk Jawa Madura.
Permohonan grasi ditolak oleh kepala negara. Hukuman mati
dilaksanakan sebulan kemudian pada bulan September 1962. Dengan
penangkapan dan pelaksanaaan hukuman mati terhadap Kartosuwiryo
berakhirlah pemberontakan DI/TII di Jawa Barat yang berlangsung lebih
kurang 13 tahun lamanya (The, 2004: 135).
(2) DI/TII di Jawa Tengah
Pemberontakan DI/TI di Jawa Tengah khususnya di daerah
Pekalongan,sudah dimulai sejak masa revolusi. Pemimpinnya adalah
Amir Fatah seorang rekan akrap Kartosuwiryo. Nama lengkapnya Amir
Fatah Wijayakusumah seorang asal Kroya, Banyumas. Ia memimpin
pasukan Hizbullah (Dijk, 1987: 128). Pada bulan Oktober 1948 ia
membawa tiga kompi pasukan Hizbullah yang tidak mau di TNI-kan ke
daerah Brebes dan Tegal yang sudah ditinggalkan oleh TNI akibat
Persetujuan Renville. Ia berhasil mempengaruhi penduduk setempat
dengan mengatakan bahwa ia dikirim oleh Panglima Besar Sudirman
untuk mencegah Belanda mendirikan negara boneka di daerah
Pekalongan. Untuk menghimpun kekuatan, ia membentuk “sel
Pemerintah Islam” dan mendirikan Majelis Islam dan pasukan
bersenjata diberi nama Mujahidin (Basri, 2003: 139).
Pada waktu Belanda melancarkan agresi militer Belanda kedua,
pasukan TNI melakukan wingate ke daerah Pekalongan. Selain itu,
terdapat pula kesatuan Mobiele Brigade (Mobbrig) Polisi di bawah
pimpinan Komisaris Bambang Suprapto. Pada mulanya, ada kerja sama
antara TNI/Polri dan Amir Fatah untuk bersama-sama menghadapi
Belanda. Kerja sama ini kemudian dilanggar oleh Amir Fatah setelah ia
diangkat sebagai pemimpin DI di Jawa Tengah oleh Kartosuwiryo. Ia pun
memproklamasikan berdirinya Negara Islam Jawa Tengah sebagai
bagian dari Negara Islam pimpinan Kartosuwiryo. Basis pertahanan
pasukannya ditempatkan di Bumiayu. Serangan terhadap pos-pos TNI
mulai dilancarkan. Pasukan Mobbrig yang sedang melakukan patroli
juga diserang dan Komisaris Bambang Suprapto mereka bunuh (Sujono,
2008: 362).
204