Page 214 - PENGAYAAN MATERI SEJARAH
P. 214

Pengayaan Materi Sejarah


                pembebasan Maluku Tengah telah gugur tiga orang perwira yaitu Letkol
                Ign  Slamet  Riyadi,  Letkol  S.  Sudiarto,  dan  Mayor  Abdullah.  (Leirissa,
                1975: 200).

                3.4.4.  Pemberontakan DI/TII
                (1)  DI/TII di Jawa Barat
                        Pemberontakan ini bermotif agama Islam muncul di Jawa Barat
                di  bawah  pimpinan  Sekarmaji  Marijan  Kartosuwiryo.  Ia  seorang  tokoh
                PSII  pada  tahun  1930-an.  Pada  tanggal  7  Agustus  1949  ia
                memproklamasikan  berdirinya  Negara  Islam  Indonesia  (NII)  di  Desa
                Cisampah,  Kecamatan  Cilugalar,  Kawedanaan  Cisayong,  Tasikmalaya
                yang  kemudian  lebih  dikenal  dengan  nama  Darul  Islam  (The,    2003:
                127).  Sebagai  langkah  awal  ia  mendirikan  lembaga  Suffah  di
                Malangbong  dekat  Garut  tahun  1940.  Kapada  mereka  ditanamkan
                fanatisme  yang  dalam  dan  loyalitas  yang  tinggi  kepada  pemimpin,
                dalam hal ini Kartosuwiryo. Lembaga ini sebagai tempat latihan kader-
                kader partai yang militan (Noer, 1980:  166).
                        Setelah proklamasi kemerdekaan, Kartosuwiryo menjadi anggota
                partai  Masyumi.  Ia  terpilih  sebagai  Komisaris  Masyumi  Jawa  Barat
                merangkap  Sekretaris  I  Masyumi.  Pada  tanggal  14  Agustus  1947
                Kartosuwiryo  menyatakan  perang  terhadap  Belanda.  Ia  membagi
                wilayahnya menjadi tiga daerah yaitu Daerah I (daerah ibu kota negara),
                Daerah II (daerah yang sebagian besar penduduknya beragama Islam),
                dan  Daerah  III  (daerah  yang  penduduknya  tidak  beragama  Islam).
                Penolakannya terhadap Persetujuan Renville diwujudkan dalam sikapnya
                menolak  untuk  melaksanakan  hijrah.  Ia  bersama  pasukannya  di  Jawa
                Barat  yang  terdiri  dari  Hizbullah  dan  Sabilillah  sebanyak  4.000  orang.
                Dalam Konferensi Cisayong pada bulan Februari 1948 diputuskan untuk
                mengubah gerakan mereka dari kepartaian menjadi bentuk kenegaraan.
                Konferensi  membekukan  Masyumi  Jawa  Barat.  Melalui  Majelis  Umat
                Islam  yang  dibentuk  kemudian,  Kartosuwiryo  diangkat  sebagai  imam
                dari  NII.  Selanjutnya  dibentuk  “angkatan  perang”  yang  diberi  nama
                “Tentara Islam Indonesia” (TII).
                        Jatuhnya  ibu  kota  RI  Yogyakarta  dan  tertawannya  pemimpin
                Negara pada agresi militer Belanda II tanggal 19 Desember 1948 dinilai
                oleh  Kartosuwiryo  bahwa  riwayat  RI  sudah  berakhir.  Sehubungan
                dengan  hal  itu  ia  menganggap  daerah  Jawa  Barat  sebagai  daerah  de
                facto  NII.  Setiap  pasukan  yang  memasuki  Jawa  Barat  diharuskan
                mengakui NII. Pasukan Siliwangi yang melakukan long march ke Jawa



                202
   209   210   211   212   213   214   215   216   217   218   219