Page 39 - PENGAYAAN MATERI SEJARAH
P. 39

singkat  dari  beberapa  tokoh  yang  waktu  itu  dianggap  controversial
                (Sukarno, Tan Malaka, Sjahrir, HA Salim dan lain-lain) adalah pencetus
                perhatian  pada  para  pelaku  sejarah  yang  telah  meninggalkan  bekas
                dalam  jejak  sejarah.  Bisalah  dipahami  juga  kalau  buku  ini  sempat
                diterbitkan  beberapa  kali  dan  bahkan  diterjemahkan  ke  bahasa  asing.
                Buku ini terbit pertama kali pada tahun 1970-an.
                        Salah  satu  faktor  yang  mendorong  popularitas  berbagai  corak
                kisah  biografis  ini  ialah  tradisi  negara--  meskipun  diatur  oleh  undang-
                undang--untuk memberi penghargaan kepada warganya yang dianggap
                telah berjasa bagi ―nusa dan bangsa‖. Penghargaan yang tertinggi yang
                diberikan  negara  ialah  pengangkatan  seseorang  yang  telah  meninggal
                dunia  sebagai  ―pahlawan  nasional‖.  Pengakuan  ini  barulah  diberikan
                setelah  biografi  sang  tokoh  bisa  menguraikan  berbagai  corak  jasa  dan
                pengabdian  yang  membuktikan  ―kepahlawanannya‖.  Memang  dalam
                satu  tahun  hanya  mungkin  dua  atau  tiga  pengakuan  kepahlawanan
                yang diberikan negara kepada anak-bangsa yang telah meninggal dunia.
                Tetapi  di  samping  itu  penghargaan  berupa  ―Bintang  Republik‖,
                ―Mahaputra‖     dan   ―Bintang   Jasa‖,   yang   masing-masing   terdiri   atas
                beberapa tingkat, tersedia juga bagi mereka yang masih hidup dan juga
                yang telah berpulang.
                        Setelah     beberapa   corak  pengkisahan  tentang  ―para   pelaku‖
                sejarah  ini  maka  perhatian  terbesar  kedua  ialah  pengalaman
                kontemporer  yang  dialami  bangsa  yang  sangat  memprihatinkan.
                Reformasi rupanya tidak saja membuka kembali pintu demokrasi tetapi
                juga  melepaskan  juga  unsur-unsur  konflik  ke  permukaan—tiba-tiba
                Reformasi   telah   berubah   menjadi   ―kotak   Pandora‖   yang   terbuka.
                Gerakan  Reformasi  ternyata  membuka  katub-katub  konflik  sosial  yang
                selama ini berhasil dikekang oleh sistem kekuasaan yang otoriter. Di saat
                masalah  perimbangan  kekuasaan  di  pusat  masih  labil,  maka  di  waktu
                itu  pula  berbagai  corak  konflik  sosial  yang  teramat  memprihatinkan
                terjadi  di  beberapa  daerah.  Ada  konflik  horizontal  yang  bernuansa
                agama. Ada pula yang cenderung bersifat etnis dan bahkan tidak pula
                jarang  yang  menggabungkan  keduanya.  Di  beberapa  daerah  malah
                terjadi juga konflik antardesa, yang tidak ada kaitannya dengan agama,
                etnisitas,  bahkan  juga  ketimpangan  ekonomi.  Maka  tidaklah
                mengherankan kalau konflik lokal ini tergelincir juga pada konflik yang
                bersifat  vertikal,  ketika  sistem  kekuasaan  terbawa  dalam  arus  konflik.
                Sedangkan konflik yang bersifat  separatisme  terjadi di  Aceh dan  yang



                                                                                   2
                                                                                   7
   34   35   36   37   38   39   40   41   42   43   44